Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

Andai Semua Bulan adalah Ramadan, Kesyahduan Itu Tak Akan Pernah Berlalu

Diperbarui: 23 Mei 2018   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(beautifulnara.com)

Andai boleh meminta, aku pasti akan memohon pada Tuhan agar semua bulan dijadikan bulan Ramadan saja. Bagaimana tidak, selama Ramadan ini tak pernah ada perkataan kasar dan hal-hal yang menyakitkan yang dilakukan oleh suamiku.

Kemesraan dan kesyahduan berlangsung selama full 24 jam. Mulut direm untuk tidak berkata kasar dan menyakitkan, tindakan selalu terjaga untuk hal-hal yang bermanfaat saja. Aku dan suamiku bagai pengantin baru yang selalu romantis dan saling memberi perhatian.

"Ayo sayang bangun....udah jam 3 niih, kita sholat tahajud berjamaah dulu yuk, sebelum makan sahur " bujuk suamiku, bila dia yang bangun terlebih dahulu.

" Ayo ...bangun Mas, ituu..makanan udah siap terhidang tuuh, yuuk kita sahur dulu " bujukku pada suami agar segera bangun untuk makan sahur bersama, bila aku bangun lebih  dahulu.

Selesai sahur, kami pun bersiap-siap untuk ke masjid dekat rumah untuk sholat subuh berjamaah. Kita berangkat bersama dan pulang juga bersama. Pulang dari masjid sambil nunggu saat siap-siap berangkat kerja, kami tadarus Al-Quran bersama, saling menyimak, dan membetulkan bila ada yang salah.

Siang hari, bila suami sedang kerja di luar pasti disempatkan telpon, " Tidur siang dulu sebentar Ma...mau masak apa nanti, apa boleh reques niih..." rajuk suami dari sebrang sana. Dan bila aku belum terlanjur menyiapkan atau reques suami bahan-bahannya sudah tersedia di kulkas , aku bisa mengubah rencana masakan sesuai reques suami.

Atau aku yang nelpon duluan ke suami  " Nanti pulang jam berapa, bisa bawain kelapa muda yang di ujung jalan sana, gak Pa...."

Kalau  hari biasasuami sampai rumah jam 6-7 malam selama bulan Ramadan selalu diusahakan jam 4-5 sudah sampai di rumah. Agar kita bisa masak bersama dulu atau nyari takjil berdua. Kadang-kadang bila semua sudah tersedia kita tinggal baca-baca atau istirahat berdua sambil nunggu saat maghrib tiba.

Aku paling suka kalau masak berdua, walau sebenarnya suami hanya bantu ngupas bawang, atau menggoreng kerupuk. Tapi rasanya akan lain, bila masak sendirian di dapur. Masakan pun akan terasa lebih nikmat tentu, karena susuai selera berdua. 

Selama Ramadan memang aku usahan untuk selalu memasak sendiri buat keluarga, karena masakan lebih fresh, higienis dan selalu tersaji dengan ukuran yang pas buat kami, sayang kan kalau nyisa-nyisa makanan.

Begitu adzan Maghrib terdengar, kami segera membatalkan puasa dengan segelas teh hangat dan 3 butir kurma atau buah yang lain. Baru kemudian berangkat ke masjid dekat rumah untuk melaksanan sholat maghrib berjamaah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline