Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

[Tantangan Menulis Novel 100 Hari FC] Mendulang Asa di Bumi Borneo /5/

Diperbarui: 24 Maret 2016   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="KOMUNITAS fc"][/caption]Kisah sebelumnya: Mendulang Asa di Bumi Borneo /4/

Imoeng dan Dwi sampai pula ke Tabalong kembali, setelah agak susah mengajak Dwi ikut akhir mau juga hidup di Kalimantan bersama keluarga.

“Kamu sekolah kembali ya Nak…ibu daftarkan di SMK seperti di Kudus, tapi kamu mengulang kelas 1 lagi, ketinggalan setahun taka apa-apa, taka da istilah telat dalam belajar, “ rayu Imoeng pada Dwi agar mau bersekolah kembali, setelah sekolahnya terputus di kelas 2 SMK waktu di Kudus.

“Gak mau Buk…Dwi mau kerja saja..!”

“Mau kerja apa kamu dengan ijazah SMP mu itu, Nak ?”

“Dwi mau kerja di bengkel, di Kudus aku sudah biasa ikut kerja di bengkel, sedikit-sedikit aku sudahmengerti soal radiator “

“Ya…sudah kamu kerja di bengkel radiator sebentar milik teman Bapak, nanti Bapak yang bilang sama yang punya…”  Sahut Sofian mendengar percakapan antar Imoeng dan Dwi di teras rumah.

“Ya…sudah kalau kamu maunya begitu, nanti kalau sudah mengeuasai radiator buka bengkel sendiri saja ya…”  Imoeng akhirnya mengalah dengan keinginan anaknya.

“Apa mau ikut kerja sama aku..?”  timpal Eko, kakak pertamanya yang kebetulan sedang libur jadi bisa kumpul dengan keluarga. Eko juga bekerja di KSP ‘Damai’ milik Haji Damang, namun Eko di tempatkan di Rantau, kira-kira 2,5 jam perjalanan dari Tabalong ke arah Banjarmasin.

“Aku gak suka kerja di kantoran sepertimu Mas…,” balas Dwi.

“Kamu bagian keliling saja , narikin duit para nasabah yang akan menyicil hutangnya.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline