Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

[TantanganNovel100HariFC] Mendulang Asa ke Bumi Borneo

Diperbarui: 17 Maret 2016   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 [caption caption="http://i0.wp.com/mauharga.com/wp-content/uploads/2015/08/mauharga-kapal-laut-km-kelud.jpg"][/caption]

 

“ Hijrahlah, dengan meninggalkan kampung halaman karena Allah, demi menyelamatkan diri dari kekacauan dan untuk mengharapkan rahmad Allah, Yang Maha Pengampun, lagi Maha Penyanyang. ”

 

Peluit panjang Kapal Kelud sudah terdengar, tak lama lagi kapal akan segera menjauh dari pantai Tanjung Mas Semarang. Para awak kapal sibuk menggulung tali tampar yang mengikat sauh di tiang beton bibir pantai. Para crew band kapal menyanyikan lagu ‘ Sayonara’ dengan penuh penghayatan, sebagai salam perpisahan buat para keluarga pengantar penumpang, juga buat Tanah Jawa, yang lambat laun tampak menjauh.

Kegundahan berkecamuk dalam hati Imoeng, petih di hatinya harus dia tahan dengan seribu asa yang akan menjelang di pulau tujuan, yaitu pulau Borneo atau Kalimantan. Imoeng berusaha untuk tidak meneteskan air mata di depan Ayuk anaknya, yang saat ini ada bersamanya. Ayuk  yang baru kelas 3 SD terpaksa pamit pindah dari sekolah, untuk mengikuti ibunya ke Borneo. Di sekolah mana nanti Ayuk akan melanjutkan sekolah, itu bukan masalah. Yang penting ayah dan ibunya bisa berkumpul kembali, menjadi keluarga yang utuh lagi seperti dulu.

Jam 4 pagi Imoeng dan Ayuk meninggalkan rumah di sebuah kampung di Kudus. Kepergian Imoeng ke Kalimantan menjadi pilihan terakhir, setelah lebih dari 3 tahun suaminya mengajak pindah ke Kalimantan tak pernah dihiraukannya. Karena tidak mau diajak pindah ke Kalimantan, Sofian tidak mau lagi mengirim uang, dan pulangpun hanya setahun sekali, sebagai bentuk penghakimanan terhadap istrinya yang tidak mau pindah ke Kalimantan. Imoeng bukannya tidak ingin menuruti keinginan suaminya untuk pindah ke Kalimantan, namun di merasa enggan meninggalkan tanah kelahiran dan berbagai kewajiban hutang-piutang yang harus diselesaikannya.

Imoeng terpaksa mencari nafkah sendiri untuk menafkahi keempat anaknya. Dua anak dari hail pernikahannya dengan suaminya dahulu, dan dua anak dari pernikahannya dengan Sofian. Apalagi dia baru saja merenovasi rumah yang dibangun bersama Sofian setelah anak mereka lahir. Dana yang tidak sedikit dalam merenovasi rumah sebagiannya merupakan dana pinjaman. Akibatnya Imung mulai terjerat hutang sana sini, berbagai cara ditempuh untuk tutup lubang gali lubang. Belum lagi kebutuhan hidup untuk anak-anaknya juga. Hembusan selingkuh dengan beberapa lelaki membuat keidupan Imoeng, terseret kian kemari tertiup angin.  Gangguan para lelaki yang tahu kalau suaminya tidak pernah pulang, menyeretnya pada pusaran hidup yang melelahkan.

Lambat laun Imoeng dikejar banyak orang, yang hendak menagih hutang, maupun yang merasa terganggu karena suaminya mendekatinya. Memang Imoeng  sudah tidak muda lagi namun masih kelihatan cantik, dengan kulitnya yang kuning bersih dan hidung mancung, postur tubuhnya yang pas banyak menarik perhatian kaum lelaki. Terutama laki-laki gatel yang tidak puas pada istri-istrinya.

Sofian, walaupun berada di Borneo namun dia mengetahui sepak terjang yang dilakukan dan di alami istrinya. Untuk itu memberi somasi tegas pada Imoeng. Ikut ke Borneo apa bercerai darinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline