Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

Amarah Musim

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

dinginku membalut malam-malamku
seakan menuai hutan-hutan yang bisu
sepoi angin membelai wajah rembulan
tak mampu menghapus gundah kian resah

musim tak lagi bisa dikelabui
dengan bait-bait indah puisi
kalau ingin semaunya berganti
siapapun tak akan mampu menghalangi

dan kita juga yang jadi penyebabnya
menebas habis pohon tanpa ampun
menghalau rimbun rimba raya
tinggal sisakan alam meranggas merana

memperdaya bumi bagai milik pribadi
menguras habis isinya tanpa kompromi
tak adakah terbersit dalam hati manusia
alam adalah sahabat sejati mereka

batinku bak panas menyengat di siang hari
mencoba hanguskan hati para penguasa lalim
mereka yang kian tamak angkara murka
serakah tak pernah berhenti menjarah alam

jangan salahkan musim
jangan salahkan dingin menggigil
atau panas yang kian menyengat
karena dia adalah korbannya

kesombongan kita telah merenggut harmoni alam semesta
membuat porak poranda kala persada kian renta

***
Kudus_Solo, Kamis, 17 Juli 2014
Dinda Pertiwi & Suko Waspodo




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline