Hari ini cukup bersejarah untuk saya. Ceritanya beberapa waktu lalu saya direkomendasikan untuk menjadi anggota salah satu komunitas pengendalian tembakau di Indonesia, untuk ikut aktif menuangkan ide-ide serta program dalam kaitannya program pengendalian tembakau di Indonesia. Selama ini saya diundang dalam acara-acara mereka belum berkesempatan untuk datang karena pasti bentrok dengan jadwal pekerjaan. Alhamdulillah, beberapa hari yang lalu waktu datang undangan ke sekian untuk datang ke acara penganugerahan hadiah lomba tulisan jurnalis tentang pengendalian tembakau di Indonesia, saya langsung mengiyakan untuk datang. Selain cocok waktunya (malam), saya juga penasaran ingin ketemu langsung dengan wajah2 yang selama ini hanya saya baca nama-namanya dalam email-email yang di forward. Dengan keinginan kuat, walaupun hujan deras mengguyur Jakarta malam tadi, saya sampai di Menteng tempat acara berlangsung. Surprise, saya langsung diperkenalkan secara pribadi kepada orang-orang cukup penting di negeri ini dan beberapa negara tetangga *thanks to pak Wasis*. Ini membuat saya terharu, dan yang lebih membuat terharu lagi adalah mereka para orang-orang yang bukan main2 jabatannya, mau berbagi dengan saya secara pribadi, pengalaman-pengalaman mereka terhadap pengendalian tembakau di Indonesia. [caption id="" align="alignnone" width="221" caption="pak Kartono Muhammad"][/caption] Waktu pak Alex Papilaya selaku ketua memberi sambutan di depan acara yang cukup sederhana itu, beliau bilang bahwa orang-orang yang bergabung volunteer disini adalah semua orang gila, 'nggak waras, orang2 yang tersingkir karena asap rokok dan industrinya. Saya langsung terbayang masa-masa berjibaku di lapangan sendirian *sampai detik ini*, menghadapi para perokok di tempat umum dari cara sopan, sampai entah yang keberapa kali saya harus menghadapi kekerasan mereka seperti hampir dilempar dari dalam angkot yang berjalan, ditarik-tarik lengannya sampai membiru, dan dicaci maki. Hanya karena berusaha mengingatkan mereka, bahwa tempat umum bukan tempat untuk merokok. Dan memang, saya memang gila karena saya tidak sudi dijajah kemerdekaannya untuk menghirup udara bersih yang seharusnya bisa dipakai bersama. Hanya orang-orang egois super pengecut yang dengan santai bisa menghisap rokoknya di tempat umum. Terharu sekali, bahwa diantara orang-orang penting tersebut ternyata mereka juga peduli dengan kesehatan sebagai pilar pembangunan negara tercinta ini. Bahwa mereka bukan orang yang menerima begitu saja, penjajahan rokok yang menjadikan mayoritas masyarakat di negara cantik ini memberi toleransi begitu besar kepada perokok di tempat umum, sampai tidak punya keberanian untuk menegur langsung padahal mereka adalah korban kekejaman para perokok. Selama ini saya merasa sendirian menghadapi kekejaman para perokok, terutama yang mengatasnamakan teman sampai saya menyatakan PERANG dengan mereka. Ternyata bergabung di komunitas ini membuat saya semakin kuat batin dan semangat, tentu juga semakin menyadari bahwa selama ini apa yang sudah saya lakukan hampir 20 tahun memerangi rokok di tempat umum, belum apa-apa dibanding mereka. [caption id="" align="alignnone" width="300" caption="adik-adik dari Sanggar Akar unjuk kebolehan"] [/caption] Dan saya makin merenung, sebagai perempuan. Bahwa perempuan adalah penentu baik buruknya bangsa ini adalah benar sekali. Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap pertemanan antar perempuan, bagi saya teman-teman perempuan yang merokok memang sangat keterlaluan ketika mereka melakukan aktivitas merokok di tempat umum. Saya tidak ingin memberi judgement secara pribadi terhadap mereka, tapi diluar pertemanan antar perempuan tersebut, saya memberi nilai sama kepada perempuan yang saya kenal maupun tidak saya kenal, bahwa ketika mereka merokok di tempat umum, mereka sedang mempermalukan diri sendiri. Tidak akan ada kata maaf bagi pernyataan yang saya keluarkan ini. Pernyataan ini saya buat dalam keadaan waras dan siap atas segala konsekuensinya, dan tidak akan saya tarik kembali sampai kapanpun. Toh saya juga tetap memperlakukan mereka para perokok perempuan sebagai sahabat, asal mereka tidak merokok dengan sengaja di dekat saya, apalagi di TEMPAT UMUM. Mau bilang bahwa merokok adalah hak pribadi? Silakan, tapi begitu anda merokok DI TEMPAT UMUM, anda sudah melanggar hak pribadi orang lain juga, jadi tidak ada alasan saya harus minta maaf dari pernyataan apapun yang dikeluarkan disini. Menurut saya: 1. Perempuan selama ini adalah korban kekejaman asap rokok, baik di tempat umum atau di rumah. Maka ketika perempuan melegalkan adanya asap rokok di rumah yang nota bene daerah kekuasaannya, maka hancurlah masa depan kesehatan penghuni rumah tersebut, untuk jangka waktu yang lama, disadari atau tidak disadari. Mereka juga yang melegalkan asap rokok di rumah, pasti akan berusaha menyangkal ketika muncul penyakit-penyakit sebagai dampak sistemik hal tersebut, dan hal ini tentu bagai menimbun api dalam sekam. Lama-lama ledakan akan terjadi. 2. Perempuan sudah seharusnya bisa menyadari bahaya asap rokok terhadap anak dan kelangsungan hidup di sekitarnya, kalau dia sendiri merokok berarti sama saja dia membunuh diri sendiri dan keluarganya. 3. Ada beberapa pemberitaan di media tentang beberapa balita yang merokok, bahkan tayangan balita sedang merokok di depan orang-orang tua yang nota bene PEREMPUAN, betul2 menohok jiwa. Sedih banget lihatnya! Saya yakin, kasus ini bukan terjadi baru-baru ini saja, tapi sudah lama hanya 'nggak terekspos saja. Terutama lingkungan anak jalanan, pasti membuat kemungkinan tersebut menjadi besar peluangnya. Dan ini nyata sekali peranan perempuan sangat menentukan keberlangsungan balita-balita di negara ini, mau menambah jumlah mereka yang memulai merokok di usia dini atau mengurangi? 4. masih banyak lagi pendapat saya, nanti menyusul... Intinya, saya ingin menyampaikan bahwa perempuan sebenarnya punya peranan penting dalam pengendalian tembakau dan pengaruhnya di negara ini. Saya malu sekali melihat banyak orang penting di negara ini yang berjenis kelamin laki-laki aktif dalam kegiatan ini, padahal mayoritas penghisap rokok di negara ini adalah laki-laki. Dan kurangnya kesadaran perempuan untuk menyuarakan keberatan mereka terhadap asap rokok DI TEMPAT UMUM pada umumnya, dan DI RUMAH pada khususnya, tentu menjadi kendala tersendiri. Banyak yang beralasan: sungkan, pekewuh, 'nggak enak ati, malu, dll untuk menegur mereka yang menghisap rokok di sekitarnya terutama di tempat umum. Padahal, kalau saja mereka bisa berani menyuarakan pendapatnya, mungkin ada beberapa nyawa yang bisa bertahan hidup beberapa tahun saja sekedar untuk berkumpul lebih lama dengan keluarga tercinta. Tidak perlu malu atau gengsi untuk mengakui, bahwa selama ini kita perempuan sudah membiarkan pembunuh berselubung asap berkeliaran di sekitar kita dan keluarga. Saya juga belum maksimal usahanya, masih sedikit dan kecil sekali dibanding mereka yang semalam memberi suntikan semangat untuk berbuat lebih banyak lagi, demi anak cucu nanti. So, mau lebih berani bersuara, atau diam saja... perempuan? . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H