Pernah mendengar pepatah:”Seribu teman kurang, satu musuh terlalu banyak. Artinya sebagai makhluk sosial setiap orang membutuhkan orang lain sebagai teman.
Tak ayal siapapun yang mempunyai media sosial (Facebook,Twitter, Instagram, Path), apalagi sudah contreng biru, atau follower” ratusan ribu, jutaan berpotensi dilirik UMKM, perusahaan ternama. Bahkan para selegram yang juga publik figure banyak yang menjadi “brand ambasador”, perusahaan untuk mempromosikan produk barang dan jasanya.
Harapannya produk yang dihasilkan dapat laku keras karena telah menggunakan “nama besar” selegram yang dikenal secara luas di masyarakat. Apalagi saat pandemi Covid-19, penjualan secara daring menjadi andalan utama.
Diakui berjejaring pertemanan di media sosial membawa keberkahan yang saling menguntungkan. Walaupun tetap harus hati-hati, mengingat tidak setiap orang mempunyai niat baik.
Ada saja yang meretas akun asli sekedar untuk meraup keuntungan pribadi dengan berbagi modus. Artinya untuk mengetahui isi hati seseorang itu sangat sulit, bukan sekedar apa yang terlihat secara lahiriah.
Peribahasa mengatakan:”Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa tahu”, artinya sulit menduga pikiran dan niat seseorang. Sekalipun itu saudara kembar apalagi sekedar teman, sahabat, dan saudara jauh.
Kembali ke soal berbisnis dengan teman, sahabat sekalipun yang tidak pernah ada kontak, tiba-tiba ketemu dalam acara reunian. Jangan salah acara reuni bukan sekedar menyambung silaturahmi, mengenang suka duka di sekolah/kuliah, tetapi juga bisa muncul benih CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali), atau berlanjut melakukan kongsi untuk melakukan bisnis bersama. Biasa yang datang di acara reunian adalah orang-orang yang telah sukses secara ekonomi, karier, mapan hidupnya ataupun mempunyai jabatan penting. Kalau yang kehidupannya biasa-biasa saja lebih memilih memantau secara online.
Andaikan datang pun karena diajak sahabat yang membesarkan hatinya dalam reuni melepas status, pangkat, jabatan, gelar, kedudukan, yang ada hanya nama angkatan.
Ngobrol sana sini akhirnya ada yang berlanjut melakukan pertemuan rutin karena kesamaan visi dan misi. Bermodal kepercayaan tanpa mengetahui latar belakang kehidupan selama berpisah, tanpa pikir panjang bersedia menjalin kerja sama untuk usaha bisnis dengan teman lama.
Awalnya hubungan pertemanan semakin akrab, dekat, dan kepercayaan terus meningkat. Usaha bersama pun berkembang pesat, dan pembagian hasil sesuai ekspektasinya.
Sayangnya modal kepercayaan itu tanpa ikatan perjanjian kerja sama secara tertulis bermeterai, dengan 2 (dua) orang saksi. Lebih mempunyai kekuatan hukum bila perjanjian bisnis bersama itu dibuat di depan notaris dengan pasal-pasal hak dan kewajiban beserta konsekwensi hukum bila terjadi wan prestasi (tidak menetapi janji).