Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Pilkada Lanjut, Tantangan Kampanye Tanpa Kerumunan Massa

Diperbarui: 30 September 2020   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi:www.pixabay.com

Setiap penyelenggaraan pesta demokrasi Pilkades, Pilkada, Pilpres, Pileg tidak terlepas dari kerumunan massa sejak pendaftaran, deklarasi, kampanye dan pelaksanaan pemungutan suara. Artinya pesta demokrasi itu identik dengan kerumunan massa. 

Pesta ini juga sebagai panen raya bagi para seniman dan musisi ibukota, daerah yang kebanjiran undangan pentas. Tidak ketinggalan para pelaku UMKM bidang konveksi kaos, sablon, kerajinan tangan, makanan khas daerah juga kecipratan rejeki karena mendapat orderan souvenir.

Konser musik sering diadakan sebagai ajang komunikasi politik yang efektif bagi paslon untuk menyampaikan program, janji politik dengan para pendukungnya. Konser musik sebagai tontonan gratis yang paling ditunggu, sekaligus menjadi hiburan. 

Mereka datang di tempat acara tujuannya bukan mendengarkan isi pidato para jurkam, tetapi sekedar menonton konser musik. Konser musik khususnya dangdut menjadi favorit bagi rakyat, karena irama gendang yang spontan dapat menggoyang penonton. 

Konser musik dangdut menjadi magnit untuk mengumpulkan massa. Apalagi ada artis idola, cantik, suara merdu, kostum ketat meperlihatkan lekuk tubuh, make up menor walau disiang bolong.

Selain konser musik dangdut, dalam pesta demokrasi ada arak-arakan kendaraan roda dua, knalpot blombongan sangat memekakkan telinga. Mereka berkendara tanpa helm, berboncengan 3 (tiga) orang, dan memenuhi jalan raya. Mereka tidak bising telinganya karena telah disumpel kapas. 

Dalam kondisi seperti ini sering terjadi gesekan antar pendukung/simpatisan dari paslon dan masyarakat yang merasa terganggu. Padahal andaikan jagoannya menang pun mereka yang kebanyakan pemilih pemula tidak menikmati kemenangan. Apa yang dicari pemilih pemula karena ulahnya, bisa jadi mengurangi rasa simpati masyarakat untuk paslon tersebut?.

Namun Pilkada tahun 2020 pelaksanaannya berbeda, mengingat pandemi Covid-19 masih mewabah. Protokol kesehatan menjadi keharusan yang harus diterapkan agar mata rantai Covid-19 benar-benar terputus. 

Pilkada 2020 tanpa kerumunan massa, mengadakan konser musik dangdut di lapangan terbuka. Pilkada saat tidak lagi dapat mengklaim berapa juta orang yang hadir secara fisik, tetapi berapa  "follower" di media sosial (twitter, facebook, Instagram, youtube). Teknologi informasi dan komunikasi menjadi andalan untuk menyampaikan program andalannya.

Oleh karenanya paslon perlu berkolaborasi dan merangkul generasi milenial yang familiar dengan teknologi informasi dan komunikasi. Paslon dilarang mengumpulkan orang dalam jumlah banyak, tetapi dibatasi maksimum 30 orang. 

Kampanye secara daring, virtual suka tidak suka, mau tidak mau harus diterapkan. Media sosial menjadi medium para paslon untuk memperkenalkan, menyapa, dan menyampaikan visi, misi, ditengah pandemi Covid-19. Termasuk konser musik dapat dilakukan secara virtual, sehingga para musisi, seniman mendapat honor dari perhelatan Pilkada 2020.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline