Musim pandemi Covid-19 tidak menyurutkan niat suci melaksanakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Tujuannya untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikatakan perkawinan sah bila diakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dan dicatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Artinya nikah siri itu hanya sah secara agama Islam, tetapi secara hukum Indonesia belum sah karena belum dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Penganut agama selain Islam sesuai agama masing-masing dan dicatatkan menurut ketentuan yang berlaku.
Ada perubahan mendasar tentang syarat usia menurut UU No.1 Tahun 1974, bagi pria berusia 19 tahun, dan wanita 16 tahun. UU No.16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No.1 Tahun 1974 syarat usia nikah antara pria dan wanita tidak ada perbedaan yaitu 19 tahun.
Kenaikan syarat batas usia nikah dari 16 tahun ke 19 tahun bagi wanita ini agar secara fisik, psikis, biologis sudah siap, sehingga meminimalisir perceraian, mempunyai keturunan sehat, kuat dan berkualitas.
Hak-hak anak (tumbuh kembang, kesehatan, pendidikan) dapat terpenuhi secara optimal. Disatu sisi juga menurunkan laju kelahiran, menurunkan resiko kematian ibu dan anak.
Idealnya pernikahan dilakukan ketika syarat usia sudah terpenuhi sehingga matang secara jiwa, raga, mental, spiritual, emosional, biologis dan ekonomi.
Tidak kalah menarik adalah melaksanakan pernikahan itu bukan sekedar bersatunya dua (2) insan, antara wanita dan pria, tetapi dua keluarga (termasuk keluarga besar) yang berbeda kebiasaan, adat istiadat, bahasa, budaya, suku, bahkan negara.
Kondisi ini perlu dipahami karena friksi-friksi pernikahan di tahun pertama yang sering terjadi adalah masalah sepele, semestinya bisa dikomunikasikan secara terbuka dan diselesaikan secara musyawarah mufakat. Tidak menang-menangan, apalagi menonjolkan rasa ego yang tinggi.
Selain itu hal yang sering terjadi pesta nikahan acaranya lebih besar, megah, meriah, biaya tinggi dibandingkan acara nikahnya itu sendiri, cukup membayar Rp 600.000,-. Esensi pernikahan adalah akad nikah dan dicatat petugas yang berwenang.
Sedang pesta pernikahan sebagai perwujudan rasa syukur atas terlaksanakan akah nikah. Manun pesta pernikahan menjadi manifestasi dari sepasang mempelai, orangtua/keluarga.