Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Sanggupkah ASN Meninggalkan "Zona Nyaman" Bila Ibu Kota Pindah ?

Diperbarui: 31 Agustus 2019   02:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi:https://nasional.republika.co.id

Sejak Presiden Jokowi di Istana Negara tanggal 26 Agustus 2019 menetapkan Ibu Kota baru Indonesia di Kebupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur, ada pendapat pro kontra, setuju dan kurang/tidak setuju.

Hal ini wajar tentu masing-masing dengan argumen yang dapat diterima nalar. Perpindahan ibukota negara, sebagai hajadan nasional perlu perencanaan secara mendetail dan matang, agar dapat menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru.

Alasan utama ibukota pindah menurut Presiden Jokowi karena beban yang ditanggung Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat jasa sudah terlalu berat. Kondisi ini menimbulkan permasalahan transportasi, kemacetan lalu lintas, kebutuhan perumahan, kesehatan, keamanan, pendidikan, lingkungan fisik dan sosial, air bersih, ruang publik, sampah, drainase, banjir.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas misalnya dengan sistem ganjil, genap, MRT, LRT, Trans Jakarta, infrastruktur jalan tol, namun kemacetan semakin parah. Jumlah kendaraan tidak sebanding dengan ruas jalan yang tersedia.

Terlepas dari pro kontra, perpindahan ibukota negara, yang langsung merasakan adalah ASN. Sebagai aparatur sipil negara siap tidak siap suka tidak suka pasti pindah ke Kalimantan Timur.

Menurut Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Hario Wibisana mengatakan:"Jumlah ASN yang ikut pindah tidak sampai satu juta orang, melainkan hanya 600 ribu orang. Jumlah total ASN di Indonesia 4,3 juta orang, sebesar 30 persen adalah ASN pemerintah pusat".

Dari 30 persen jumlah ASN pusat, tidak sepenuhnya akan pindah, karena ASN pemerintah pusat yang melayani pelayanan publik tidak bisa pindah, tetapi ASN kebijakan bisa pindah (https://www.moneysmart.id/).

Sedang menurut MenPan-RB Syafruddin, mengatakan bahwa:"ASN muda di kementerian maupun lembaga pusat wajib pindah ke ibu kota baru". Artinya ASN muda perekrutan 2017, 2018, dan 2019, yang akan berpindah, karena mereka sebagai generasi milenial yang andal, siap mental, siap menghadapi tantangan, dan kemampuan berpikir profesional.

Selanjutnya dikatakan bahwa:"Pemerintah akan memberikan fasilitas yang memadai baik perumahan, transportasi, dan fasilitas penunjang lainnya seperti pendidikan, kesehatan"(https://www.tribunnews.com).

Sekarang masalahnya, ASN yang harus pindah mendapat tantangan untuk meninggalkan "zona nyaman". Sanggup tidak sanggup harus sanggup karena sejak awal menjadi ASN sudah ada syarat bersedia di tempatkan diseluruh Indonesia. Sistem perpindahan di ASN diakui berbeda dengan di lingkungan ABRI, yang sewaktu-waktu siap dipindah tugaskan dimana pun sesuai dengan ketentuan yang berlalu.

Sementara di lingkungan ASN selama ini istilah "pindah" berarti meninggalkan "zona nyaman", sebagai "momok" yang sangat ditakuti para ASN. Kalaupun ada ASN yang dipindah konotasinya selalu dikaitkan dengan hal "negatif" sebagai bentuk "punishment" atas pelanggaran. Padahal sejatinya tidak selalu demikian, karena dipindah berarti mendapat "reward" atas prestasi yang dicapai.    

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline