Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Tidak Merelakan Generasi Milenial Berkacamata Sejak Dini, Bagaimana Caranya?

Diperbarui: 5 April 2019   11:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:https://www.viva.co.id/REUTERS/Dondi Tawatao

Era milenial ini, siapa yang tidak mengenal gawai seperti komputer, smartphone, dan tablet, kecuali di daerah yang benar-benar masih terisolir karena infrastruktur belum dapat menjangkau. Di daerah 3 T (tertinggal, terluar, terdepan), diakui untuk mendapatkan sinyal harus rela keluar biaya lebih banyak.

 Harus naik kendaraan umum ke daerah yang mempunyai fasilitas sekedar untuk dapat berkomunikasi dengan keluarga. Hal ini nyata, bukan rekayasa, yang dialami oleh para prajurit TNI dan Polri, tenaga kesehatan, guru, sarjana yang mengabdi, dan mahasiswa KKN di daerah 3 T tersebut.

Di daerah 3 T anak-anak terbebas dari dampak negatif gawai, walaupun diakui mereka sangat ketinggalan informasi sehat (yang terbebas dari hoaks, rasa kebencian, dan permusuhan). 

Generasi  milenial di daerah 3 T, masih dapat menikmati permainan dan bersosialisasi secara berkelompok, dengan pemandangan alam yang menghijau, udara segar bebas polusi, semuanya masih alamiah. 

Tradisi dan budaya yang melekat sebagai kearifan lokal, masih dilestarikan. Teknologi informasi dan komunikasi belum dapat menjangkau, semata karena kondisi alam berupa ngarai dan perbukitan.

Kembali ke soal generasi melinial, khususnya di daerah perkotaan, urban, dan pinggiran kota sudah berkaca mata minus. Kondisi ini bukan persoalan asupan gizi seimbang, tetapi karena pola,  gaya hidup, dan pola asuh dari orang tua yang cenderung "permisif" memberikan mainan baru yang belum waktunya. 

Bagaimana mungkin sejak masih dalam kandungan ibunya sudah merasakan getaran suara dan mendengarkan cerita dari "youtube", permaianan game, perkacapan yang kasar dan penuh emosi, bukan "murotal" ataupun musik klasik. Jari-jemari ibunya lebih sering memainkan "keybord" gawai ketika mengandung daripada mengelus-elus perutnya saat mendapat tendangan kaki mungil bayinya.   

Pendek kata sejak dini dalam kandungan generasi milenial sudah "terpapar" pengaruh negatif gawai. Bahkan sudah sampai taraf "kecanduan" yang sangat sulit dipisahkan dengan gawai. Padahal sejatinya gawai memberi manfaat besar, mempermudah, mempercepat segala urusan dan transaksi lintas wilayah, negara, dan benua. 

Semua itu karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang masif, sehingga dunia ada dalam genggam tangan setiap orang. Disinilah sebenarnya yang sering disebut teknologi informasi dan komunikasi itu bagaikan "pedang bermata dua", sama tajam di kedua sisi. Sebenarnya teknologi informasi dan komunikasi itu sangat tergantung dari orang yang memakainya. 

Kalau pemakai mengedepankan "hati nurani", kearifan dan kebijaksanaan, tentu memberi manfaat. Sebaliknya, bila pemakai mementingkan "hawa nafsu", emosi, kebencian, dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan orang lain.

Gawai bagi orang tua milenial yang sudah mempunyai anak, sungguh menjadi ujian dan godaan terberat agar anaknya tidak terpapar dampak negatifnya. Sudah sering anak kecanduan yang berakibat pada kesehatan mata, masih kecil sudah berkaca mata karena sering dan terlalu lama melihat layar "kotak ajaib". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline