Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Pencegahan Korupsi dan Perlindungan Pegawai KPK

Diperbarui: 7 Februari 2019   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi:https://pixabay.com

Penganiayan terhadap pegawai KPK kembali terjadi ketika melakukan tugasnya di sebuah hotel di Jakarta Sabtu (2/2/2019). Teror dan penganiayaan pegawai KPK mengindikasikan ada pihak-pihak yang kurang senang bila korupsi lenyap dari bumi Indonesia.

Diakui keberhasilan pegawai KPK sukses melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dapat menyelamatkan uang negara yang dikorupsi. Namun disisi lain menjadi kegeraman dan kemarahan kelompok tertentu maupun pelaku, kroni para koruptor.

Kondisi korupsi yang masif terjadi di semua lini kekuasaan, menjadi "benalu" dalam upaya mensejahterakan rakyat.

Menurut Lord Acton:"Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely", kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut. Korupsi itu selalau mengiringi kekuasaan, dan kekuasaan itu dapat menjadi "penyebab" untuk melakukan korupsi, asal ada "niat dan kesempatan".

Walau ada niat tidak ada kesempatan, tidak terjadi korupsi, sebaliknya ada kesempatan tidak ada niat, korupsi pun menjadi nihil. Intinya untuk melakukan pencegahan korupsi sebenarnya ada pada setiap orang yang mendapat amanah untuk menjalankan kekuasaan.

Diakui kekuasaan (tahta) itu sangat menggoda para penguasa, selain harta dan wanita. Siapapun dapat tergelincir oleh godaan tahta, harta, dan wanita, ketika sedang berkuasa.

Orang yang sedang berkuasa, bila tidak dilandasi dengan niat tulus, ikhlas, amanah, jujur, mempunyai integritas tinggi, sangat mudah "tergoda" menyalah gunakan wewenang untuk memperkaya diri, kroni dan kelompoknya.

Godaan bisa berasal dari diri sendiri (internal) dan dari luar (eksternal), lingkungan kerja yang memberi keleluasaan karena kurang pengawasan. Walau hakekatnya setiap orang itu sudah diawasi selama 24 jam nonstop oleh para malaikat yang setia mencatat kebaikan dan keburukan kita, tetapi sering "lupa" karena hawa nafsu untuk berbuat kejahatan lebih dominan.

Apalagi yang mempunyai kedudukan sebagai pimpinan, tidak hanya mempertanggungjawabkan ketika serah terima jabatan, tetapi di "alam gaib" nanti, pasti dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pencipta, Alloh SWT.

Jadi ketika di dunia fana pelaku korupsi dapat terbebas dari jerat hukum, percaya dan yakin pasti nanti akan menghadapi pengadilan yang hakiki. Tidak ada "pasal-pasal karet" yang bisa dimandulkan (ditafsirkan secara subyektif untuk menguntungkan penguasa/orang yang dibela). Tidak bisa berkilah dan bersilat lidah, tanpa ada pembela (lawyer), sekaliber kelas dunia sekali pun, kecuali amal kebaikannya.

Selain itu harta hasil korupsi yang diberikan untuk keluarga dan kroninya tidak memberi manfaat untuk tumbuh kembang, tidak menjadi asupan yang mempunyai nilai gizi seimbang. Akibatnya tumbuh kembangnya mengalami hambatan secara fisik, psikis, biologis, ekonomi dan sosial. Kalau sudah begini masih beranikan melakukan korupsi untuk memperkaya diri?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline