Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Benarkah Rezeki Itu Tidak hanya Berupa Uang?

Diperbarui: 3 Juli 2020   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber:http://www.ikhtisarislami.com

Setiap orang berusaha dan berjuang untuk menjemput rezeki agar dapat memenuhi kebutuhan dan memberi manfaat untuk dirinya, keluarga, kerabat, dan lingkungan sosial. 

Tidak ada rezeki yang turun dari langit, tetapi harus diupayakan dengan cara-cara yang halal dan benar. Bukan asal comot dan serobot yang bukan haknya. 

Semua sudah ada porsinya yang tidak mungkin tertukar/salah. Kalau sudah rezekinya pasti akan sampai ditangan kita. 

Sebaliknya bila belum rezeki kita, dikejar sampai ujung duniapun akan terlepas, seperti "fatamorgana", semakin dikejar semakin menjauh.

Dalam hukum agama yang saya anut ada kewajiban menyisihkan sebagian rezeki minimal 2,5 persen yang menjadi hak orang lain (kaum dhuafa). Tidak heran kalau pada bulan suci Ramadan saat yang tepat untuk menghitung zakat maal yang harus dibayarkan kepada yang berhak. 

Lebih diutamakan untuk keluarga terdekat bila masih ada yang membutuhkan, untuk mensucikan rezeki yang dimilik agar halal dan barokah. 

Secara fakta dan matematis rezeki yang diberikan berkurang, namun sangat diyakini sejatinya akan mendapat ganti yang tidak terduga-duga, bertambah berlipat ganda, bukan  hanya berujud uang.

Selama ini orang selalu beranggapan bahwa rezeki itu berupa nilai rupiah alias uang yang bisa dijumlah nominalnya. Semakin banyak nilai nominal rupiahnya yang diperoleh berarti semakin sukses hidupnya. Anggapan ini sah-sah saja, namun untuk mendapatkan rezeki banyak dan barokah perlu proses panjang, kerja keras dan kerja cerdas. 

Ibaratnya orang lain sudah terlelap di peraduan, ia masih berjuang, berpikir, berinovasi, bekerja untuk menghasilkan karya nyata yang dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Jadi tidak ada dalilnya seorang "pemalas" tanpa kerja keras dan cerdas mendapatkan rezeki banyak seperti "durian runtuh", kecuali melakukan tindakan tercela dan ternoda.

Benar bahwa uang hanya salah satu rezeki yang dimiliki oleh setiap orang. Masih banyak rezeki yang kita miliki tetapi tidak pernah dirasakan karena tidak berwujud lembaran kertas yang mempunyai nilai. 

Akibatnya orang sangat senang mendapatkan uang banyak, saking kepinginnya jalan pintaspun ditempuh. Tanpa pernah berpikir panjang dan resiko yang akan dihadapi berupa sanksi hukum dan  non hukum (sosial, agama, adat setempat). Padahal sebelum sanksi hukum dijatuhkan, sudah menerima sanksi sosial, dikucilkan, didiamkan, "dibully".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline