Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Tsunami Datang, Menerjang Banten dan Lampung

Diperbarui: 31 Desember 2018   06:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 22 Desember 2018 Indonesia kembali berduka dengan musibah tsunami yang datang secara tiba-tiba tanpa diawali oleh gempa bumi. Menurut BMKG berdasarkan hasil rekaman seismik dan laporan masyarakat, tsunami bukan karena aktivitas gempa bumi tektonik, tetapi menurut sensor CGJI mencatat adanya aktivitas seismik dengan durasi 24 detik, frekuensi 8 -- 16 Hz pada pukul 21.03.24 WIB. BMKG telah mendetekti dan memberi peringatan dini gelombang tinggi antara 22 -- 25 Desember 2018 pukul 07.00 di perairan Selat Sunda. Bukan kapasitas saya untuk membahas argumen dari BMKG dan para ahli geologi, yang pasti musibah tsunami telah merenggut 431 orang meninggal, 7.200 orang luka-luka.

Musibah tsunami ini menyisakan duka mendalam keluarga besar PLN, band Seventeen dari Yogyakarta, dan masyarakat di sekitar pantai Selat Sunda yang menjadi korban kedahsyatan terjangan tsunami. Semoga para korban mendapat tempat terindah disisiNya dan keluarga yang ditinggalkan sabar, ikhlas, tawakal, menerima cobaan yang sangat berat ini. Walaupun semua itu menjadi ketentuan Alloh SWT, perasaan sedih, duka mendalam pasti dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan. Seperti Ifan Seventeen yang kehilangan istri Dylan Sahara dan personil band Seventeen, pasti merasakan kesedihan kehilangan orang-orang yang paling disayangi.

Acara "family gathering" keluarga PLN Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Barat di Tanjung Lesung, Pandeglang Banten pada hari Sabtu tanggal 22 Desember 2018, dihadiri oleh 260 karyawan  (http://www.tribunnews.com). 

Tsunami datang tanpa diundang disaat band Seventeen sedang manggung, menerjang semua yang ada dan terbawa ke laut. Acara yang awalnya penuh dengan rona kebahagiaan bersama orang-orang terdekat, seketika berubah menjadi petaka. Siapa sangka kejadiannya sangat mendadak, tidak sempat untuk menyelamatkan diri. Sebagai orang yang beriman, semua ini sudah menjadi ketentuanNya, tidak ada yang bisa menunda sedetikpun.

Mendengar berita melalui WA grup teman Fakultas yang pensiunan PLN , awalnya tidak percaya. Namun informasi terkini terus disampaikan melalui berbagai media khususnya elektronik yang sangat cepat beredar karena kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Kejadian di daerah Pandeglang, Banten segera menjadi berita nasional dan internasional. 

Bahkan ketika ada ada 4 (empat) orang ibu-ibu saat berkunjung pansca tsunami yang "tega" melakukan "selfie" pun menjadi sorotan media internasional (The Guardian). Sungguh sangat memprihatinkan karena rasa "empati" yang biasanya dimiliki oleh kaum perempuan itu mulai tergerus. Apapun alasannya rasanya kurang tepat melakukan "selfie" ditempat bencana, dan tempat-tempat lain yang sedang mendapat musibah.  

Tsunami tanpa diundang bertepatan dengan peringatan hari Ibu tanggal 22 Desember 2018, sebagai seorang ibu entah kenapa ketika tanggal 21 Desember 2018 jam 11.59 mendapat WA dari anak yang di Jakarta, menawarkan:"ibu rencana di Jakarta akan berwisata kemana". Spontan menjawab:"Terserah, asal tidak menginap di Anyer". Kenapa? 

Alasannya sederhana, ada pengalaman tidak menyenangkan ketika dari Lampung mampir ke Anyer dan mencari penginapan sudah habis. Ada bapak yang menawari penginapan di lantai 7 dari 15 lantai sepertinya apartemen  jarang dihuni dan banyak kamar-kamar yang kosong. Bangunannya memang kokoh, di tepi pantai begitu turun langsung bibir pantai, dengan deburan ombak yang tiada henti. Namun kesannya bangunan itu tidak terawat karena cat tembok disana-sini sudah berlumut karena kena bocor. Walau lift masih berfungsi, tetapi lorong-lorong itu dengan kamar-kamar sangat senyap, menimbulkan suasana tidak nyaman.

Waktu itu kami bersama suami, anak, mantu dan cucu-cucu dalam satu kamar. Untuk menuju ke kamar pun jalan sangat sepi, sunyi, padahal di bawah masih bingar bingar oleh suara musik, walau sudah tengah malam. 

Bangunan yang dirancang untuk apartemen, ada dapur, kamar mandi dengan air panas, kamar tidur, cukup luas 2 (dua) tempat tidur besar. Jarang ditempatai oleh pemiliknya, tetapi hanya disewakan, yang dijaga oleh penduduk setempat. Jangan bertanya bagaimana kebersihan kamar seperti di hotel berbintang, pastinya kebalikan dengan bau khas yang apek. Kenapa tidak mencarai yang lain? Karena sudah terlanjur membayar sebesar Rp 700.000,- per malam, andaikan mengetahui kamarnya demikian pastinya dibatalkan. Kami tidak paham daerah disitu, apalagi sudah larut malam, walaupun sudah dibantu dengan aplikasi teknologi informasi.

Perjalanan darat dari Lampung yang melelahkan, penginapan yang minimalis sekedar untuk memulihkan kondisi badan. Horor (karena suasananya), dan pastinya penginapan itu sangat tidak "layak" walaupun untuk para "backpacker". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline