Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Ada Duta Museum, Bagaimana dengan Duta Perpustakaan?

Diperbarui: 3 Desember 2018   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik acara seminar yang diadakan oleh Duta Museum dan Dinas Kebudayaan Propinsi DIY pada tanggal 30 Nopember 2018 di Museum Sandi Kotabaru Yogyakarta. Seminar bertajuk:"Share Your Moment at the Museum Sandi", ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi tentang masalah permuseuman di Indonesia. Diakui, kondisi sosial budaya di Indonesia dengan di luar negeri berbeda terhadap apresiasi tentang museum. Terbayang dalam benaknya istilah museum selalu berkonotasi "kuno", jadul, replika, biorama, yang menggambarkan keadaan pada masa kejadian dan mengandung nilai-nilai sejarah untuk generasi penerus suatu bangsa. Ketika berkunjung ke museum selalu ada pemandu unuk menjelaskan makna yang tersirat dalam penjelasan singkat.

Tingkat kunjungan museum yang masih rendah menjadi keprihatinan bagi Dinas Kebudayaan yang salah satunya mengurusi keberadaan museum. Keberadaan museum menjadi tolok ukur tingkat peradaban suatu daerah dan/atau negara. Semakin baik kondisi museum, semakin tinggi peradabannya, sebaliknya semakin memprihatinkan keberdaan museum semakin dipertanyakan masalah peradabannya. Jumlah museum di Indonesia ada 435 buah, dengan kondisi yang berbeda-beda, namun pada umumnya memprihatinkan dengan masalah utama sepi pengunjung, manajemen, dan preservasi kurang diperhatikan, sehingga mudah rusak. Sepinya pengunjung karena kurang pemasaran kepada masyarakat sesuai dengan selera generasi milenal. Oleh karena itu perlu ada literasi museum agar generasi milenial tetap mengetahui sejarah, mengingat museum sebagai tempat menyimpan benda-benda yang mengandung nilai sejarah khususnya perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Untuk megatasi permasalahan museum agar sesuai dengan minat dan selera generasi milenial, maka museum perlu sentuhan inovasi, lebih interaktif, dengan mengajak generasi milenial yang mempunyai minat dan perhatian dengan museum. Caranya mengadakan kompetisi untuk memilih Duta dan Ambassador museum yang bertugas mengedukasi masyarakat agar senang dan terbiasa berkunjung ke perpustakaan. Juga mem"branding" museum melalui media sosial, untuk berbagi informasi melalui gambar, video, dan youtube. Media sosial (line, facebook, twitter, instagram) sangat dikenal di lingkungan generasi milenial. Konsten (isi) berupa foto dengan obyek dan konsep yang menarik. Pengaturan komposisi foto dan kejelian mengedit serta memberi informasi singkat jelas, untuk mengundang dan melakukan interaksi diantara para "fallower".

Terpilihnya Duta dan Ambassador museum membuktikan Dinas Kebudayaan di wilayah tersebut memperhatikan keberadaan museum. Pemilihan dilakukan sangat selektif dengan syarat melampirkan curriculum vitae, alamat email, nomor handphone, berpenampilan menarik, tinggi badan bagi laki-laki 165 cm dan perempuan 160 cm. Belum menikah, pendidikan minimum SMA, usia minimal 17 tahun dan maksimal 24 tahun. Penilaian berdasarkan konsep 3 (tiga) B yaitu Brain (cerdas intelektual, emosional, spiritual), Beauty (cantik lahir dan batin), Behavior (perilaku), sebagai konsep untuk mengukur performa seseorang.

Peran Duta dan Ambassador sangat signifikan yang difasilitasi Dinas Kebudayaan dalam menyukseskan gerakan nasional cinta museum, khususnya untuk generasi milenial. Juga untuk menyadarkan masyarakat memahami museum sebagai sumber pengetahuan, inspirasi, rekreasi, pendidikan karakter bangsa. Tugas ini harus diemban selama menjadi duta dan ambassador, harus membuat program yang inovatif, kreatif, menarik, menyenangkan. Seperti jelajah museum di malam hari, mengundang anak-anak sekolah untuk bermain dan mengenal sandi, museum goes to campus, dan membuat program museum untuk semua, menuju museum bertaraf internasional mengingat wisatawan  asing selalu mencari obyek wisata berupa museum.  Secara pelan tetapi pasti tingkat kunjungan ke museum mulai meningkat karena kerja keras dan kerja cerdas para duta dan ambassador museum kerja sama dengan Dinas Kebudayaan.  

Kalau museum untuk meningkatkan kunjungan dengan  memilih duta dan ambassador, bagaimana dengan perpustakaan ?. Walaupun sudah ada Buta Baca, yang dipilih dari para public figure (Najwa Shihab, Tantowi Yahya), tanpa ada seleksi oleh Perpustakaan Nasional. Dulu sebelum reformasi, pernah ada Duta Baca yang mengadakan Kemendikbud, dipilih berdasarkan seleksi ketat, mulai dari daerah dikirim 2 (dua) orang tiap propinsi untuk dikompetisikan di tingkat nasional, dan terpilih dua (2) oran untuk putera 1 (satu) orang dan 1 (satu) orang. Duta Baca ini seleksi awal, setiap bulan telah membaca buku berapa judul, dan berapa anggaran untuk membeli buku. Hadiahnya menarik karena mendapat kesempatan untuk mengunjungi "Book Fair" Internasional di Frankfurt  Jerman.

Akankah ada kompetisi duta perpustakaan, yang pesertanya pemustaka (orang yang memanfaatkan perpustakaan) dari generasi milenial ?. Selama ini baru ada kompetisi untuk kepentingan pustakawan, kalau dulu namanya Pustakawan Teladan, saat ini disebut Pustakawan Berprestasi. Sayangnya para pustakawan yang pernah berprestasi tidak ada himpunan dalam wadah alumni. Andaikan ini dapat terealisir akan menjadi kekuatan sosial, dan modal intelektual yang dapat memberi sumbang saran untuk perkembangan kepustakawanan di Indonesia. semestinya ini menjadi perhatian Perpustakaan Nasional RI, yang menjadi pembina perpustakaan dan pustakawan di Indonesia.

Yogyakarta, 2 Desember 2018 Pukul 22.43

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline