Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Benarkah Pensiun itu Menyenangkan?

Diperbarui: 13 September 2018   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN), yang telah mengabdikan, mendedikasikan dengan loyal untuk negara, pada saatnya pasti mengalami yang namanya purna tugas alias pensiun. Sebesar apapun berkuasanya, apapun jabatan dan pangkatnya, kalau sudah mencapai batas usia pensiun tidak dapat diperlambat. 

Suka tidak suka, waktu itu pasti akan tiba dan harus pensiun, melepaskan semua jabatan dan fasilitas yang diberikan, tinggal menikmati  waktu yang indah untuk dapat menyelesaikan rencana kehidupan selanjutnya. 

Ritme hidupnya berubah drastis, dari pola serba cepat, jadwal ketat, mentaati peraturan, disiplin waktu, presensi, rapat, pertemuan, diskusi, seminar, menjadi santai, leluasa, dan longgar. Banyak waktu luang dan tidak ada pekerjaan yang kejar tayang, sehingga lebih santai, enak, senang, dan nyaman.

Diakui, tidak semua orang dapat melewati masa pensiun dengan menyenangkan, apalagi terbiasa menjadi pimpinan yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan bahkan menentukan perjalanan karier bawahan. Lingkungan pergaulannya para pejabat teras, sehingga "merasa" paling hebat, "gila" hormat, dan bersikap "adigang, adigung, adiguna" (mengandalkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimiliki). Memperlakukan bawahan dengan tidak adil "like and dislike", dengan  kuasanya dapat menyingkirkan bawahan yang "dianggap"rival dan "musuh".  

Suka menerima laporan "palsu", dalam menilai bawahan, tidak pernah cek dan recek, langsung menjatuhkan saksi yang tidak pernah melihat prestasi yang dimiliki. Bawahan yang berprestasi "dianggap" sebagai rival yang sangat mengganggu popularitas dihadapan pimpinan puncak. 

PNS yang demikian ini ketika menghadapi pensiun biasanya mengalami "post power syndrome". Menurut Tjhin Wiguna, post power syndrome merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan ketidakmampuan individu melepaskan apa yang pernah dia dapatkan dari kekuasaannya terdahulu (https://www.liputan6.com).

Seorang PNS yang telah mencapai batas usia pensiun,  mensyukuri nikmat dan karuniaNya dapat mempunyai kesempatan untuk mengabdi pada negeri sesuai dengan bidang ilmu dan profesinya. 

Namun beberapa kasus masuk batas usia pensiun karena kena peraturan baru, seperti peneliti yang sebelumnya pensiun sampai 65 tahun (peneliti madya),  menjadi 60 tahun karena Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2017 pasal 239. Untuk profesi pustakawan sebenarnya sudah ada aturan ini sejak lama, artinya kalau belum mencapai usia itu dan sudah memenuhi syarat naik jabatan/pangkat semestinya masih diproses. 

Masalahnya ada Permenristek dan Dikti No.49 Tahun 2015 tentang Kelas Jabatan di lingkungan Kemenristek dan Dikti, dimana tidak ada kelas jabatan pustakawan utama. Akibatnya pustakawan dirugikan karena tidak pernah ada sosialisasi/pemberitahuan oleh bagian kepegawaian. Hal ini tidak pernah disadari oleh semua pustakawan di Indonesia, baru heboh ketika ada pustakawan yang mengajukan mengalami hambatan. 

Masalah pustakawan yang dirugikan oleh peraturan ini karena tidak sempat "viral", dan ketika pustakawan seorang diri memperjuangkan hak-haknya, bagian yang teledor mengurus nasib kenaikan jabatan/pangkat pun sibuk membuat bantahan dan alibi, agar terhindar dari sanksi.

Terlepas dari itu pernak-pernik menjalani kehidupan sebagai abdi negara, pastinya masa pensiun itu menyenangkan, karena sudah "terbebas" dari friksi-friksi yang sering menaikkan tensi dan emosi. Setelah pensiun, mulai menata diri melakukan pekerjaan yang disenangi dan menghindari yang berpotensi merusak nilai-nilai silaturahmi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline