Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Benarkah Orang Tua Menjadi Pendidik Utama dan Pertama?

Diperbarui: 25 Juni 2018   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.hetanews.com

Tantangan generasi milenial (generasi "now") dalam menghadapi kehidupan ini lebih kompleks dan beragam dibandingkan dengan generasi "old". Selain serbuan teknologi informasi dan komunikasi yang setiap saat berubah dan berganti, pola hidup konsumtif, hedonisme, snobisme menjadi tantangan yang harus dihadapi. 

Menghadapi tantangan yang semakin berat dan komplek, perlu daya tangkal yang kuat iman dan takwa agar tidak mudah terombang-ambing oleh situasi yang serba tidak menentu. Namun iman dan takwa bukan yang ekstrim dan radikal, semuanya dalam batas-batas norma agama sesuai yang dianut dan diyakini. 

Pijakan norma agama juga untuk menangkal berita-berita hoaks yang berseliweran, sengaja disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sebagai politik "devide et impera"/memecah belah dan mengadu domba.    

Generasi muda sebagai harapan bangsa, sangat rentan dan rawan untuk menjadi obyek devide et impera, radikalime, pola hidup konsumtif, hedonisme dan snobisme. Disinilah perlunya orang tua untuk menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Kalau bukan orang tuanya yang memberikan dasar-dasar pendidikan etika, moralitas, karakter, budi pekerti, siapa lagi yang dapat diandalkan? Sekolah dan masyarakat diakui menjadi bagian dari tri pusat pendidikan, namun setelah anak mulai dapat bersosialisasi dengan lingkungannya.

Jadi pengenalan pendidikan itu justru berawal dari keluarga, sebagai madrasah pertama dengan orang tua (ibu-bapak) sebagai pendidiknya. Oleh karena itu setiap orang tua idealnya mempunyai wawasan dan pengetahuan luas, sehingga dapat menjawab pertanyaan anak-anak batita dan balitanya dengan cerdas, masuk akal pikiran anak-anaknya. Ketidak tahuan orang tua sebagai sumber informasi pertama dan utama bagi anak-anaknya berdampak pada mencari sumber informasi di luar orang tua. Disinilah bibit-bibit pemahaman informasi yang tidak benar itu dapat ditanamkan pada anak-anak yang masih polos, lugu, dan apa adanya.

Pola asuh yang demokrasi dan pola komunikasi dua arah antara orang tua dan anak, menjadi bekal tumbuh kembang logika berpikir dan bertindak bagi anak-anaknya. 

Teladan dan contoh langsung perbuatan, tindakan, sikap, tutur kata, perilaku, karakter, budi pekerti dari orang tua dan lingkunganya sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan watak anak-anak. Namun tragisnya orang tua sering tidak menyadari mempunyai kewajiban untuk menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya karena kesibukan di luar rumah. Akibatnya pendidikan anak-anak diserahkan kepada pengasuh dengan bekal pengetahuan dan wawasannya minim. Masih untung anak-anak dititipkan di play group, pendidikan anak usia dini (PAUD), dimana para gurunya mempunyai kompetensi dibidangnya.

Melihat kondisi pendidikan anak usia dini yang sangat penting, saat ini ada fenomena menarik yaitu kesadaran para wanita yang mempunyai pendidikan S1 setelah menikah tidak bekerja di luar rumah, ataupun rela "resign" karena mempunyai anak. Apalagi saat ini tidak mudah mencari pengasuh untuk anak-anaknya yang dapat dipercaya dan mempunyai komitmen tinggi serta jiwa "pengabdian". 

Komitmen mulai berkurang karena ada gangguan HP, sehingga konsentrasi untuk mengasuh anak-anak menjadi berkurang. Para pengasuh anak-anak pun lebih tertarik bekerja di pabrik, walau dengan gaji lebih kecil dan jam kerjanya lebih lama. Kalaupun terpaksa menjadi pengasuh anak-anak lebih senang menjadi TKW ke luar negeri dengan gaji yang lebih tinggi, walau tingkat resikonya juga tinggi (tidak digaji, disiksa, diperkosa, dibunuh).

Kalau para lulusan S1 yang menjadi ibu dengan kesadaran penuh meluangkan waktu untuk memberikan pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya, pastinya tidak ada lagi anak yang membuang sampah sembarangan, menyerobot antrian, mengambil hak orang lain seenaknya, dan lain-lain. 

Perilaku, tindakan, anak-anak yang mendapat sentuhan "kasih sayang" dari seorang ibu sangat berbeda dengan yang mendapat sentuhan dari "pengasuh". Inilah kekuatan seorang ibu dengan sentuhan tangan yang lembut, kata-kata yang penuh adab sopan santun, dapat menumbuhkan jiwa-jiwa penuh kasih sayang, lembut, saling menghormati, bersatu padu dalam keberagaman, damai, rukun. Disinilah kunci pendidikan ibu yang mengandung, melahirkan, dan menyusui untuk membesarkan anak-anaknya dengan sentuhan tangan lembut, hangat, sikap sabar, tenang, jujur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline