Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Sembilan Alasan Malam di Bulan Ramadan Lebih Produktif "Menulis"

Diperbarui: 11 Juni 2018   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Dibandingkan dengan bulan lainnya, keistimewaan bulan Ramadan sebagai bulan yang tepat untuk  instrospeksi, menata hati, meng"charge" energi dan keimanan yang sudah terkontaminasi oleh masalah duniawi. Bulan Ramadan sebagai bulan tepat untuk mengingat "kehidupan" kekal di alam akherat. Apalagi di malam 10 (sepuluh) hari terakhir, tidak ingin kesempatan baik ini hilang begitu saja. Langkah kaki terasa sangat ringan  menuju ke masjid, di sepertiga malam untuk bermunajad kepada Alloh SWT.

Di masjid-masjid kampus, masjid Gede Kauman, Jogokaryan, Yogyakarta selama 10 hari terakhir panitia Ramadan dan takmir, menfasilitasi umat Islam yang melakukan i'tikaf, dengan sholat malam, membaca Al Qur'an, dzikir dan mohon ampunan Alloh. Bahkan banyak keluarga muda bersama anak bayi yang dibawa ke masjid dengan segala perlengkapan. Suasana seperti di Masjidil Haram, yang tidak pernah sepi selama 24 jam, untuk melaksanakan ibadah. 

Semakin malam semakin khusyuk, walau udara dingin sampai menusuk tulang, namun tidak menyurutkan untuk melaksanakan i'tikaf di dalam masjid. Menumpahkan rasa pedih, kecewa, sakit hati, diperlakukan tidak adil, dilecehkan profesinya. Saat i'tikaf inilah paling tepat untuk menyandarkan diri hanya kepada Alloh, bukan kepada manusia, karena ujungnya hanya mendapatkan rasa kecewa dan luka semakin dalam.

I'tikaf juga memburu satu (1) malam istimewa yaitu Lailatur Qodar, yang hanya ada di malam ganjil di bulan Ramadan. Tepatnya malam Lailatur Qodar ini hanya Alloh Yang Maha Tahu, dan menjadi rahasiaNya. Malam Lailatur Qodar ini bagaikan malam yang lebih baik dari 1000 bulan (lebih kurang 83 tahun). Malam yang datang pada tanggal ganjil, tidak disebutkan dengan jelas ganjil yang keberapa. Agar umat Islam memburu dan semakin memakmurkan masjid di penghujung bulan.

Selama bulan Ramadan malam-malam yang biasa untuk tidur, harus bangun karena menyiapkan makan sahur. Waktu malam hari yang terbebas dari deru suara motor, mobil, dan aktivitas kegiatan rutinitas, suasana yang sepi, sunyi, senyap ketika yang lain sudah di peraduan, sangat cocok untuk menulis. Alasannya:

  1. Kegiatan menulis perlu suasana yang sepi, hening, sehingga dapat konsentrasi untuk menyusun kata demi kata, kalimat demi kalimat, alinea demi alinea, sehingga menjadi tulisan yang dapat memberi inspirasi bagi pembacanya.
  2. Apalagi puasa tahun ini penulis menjajal kemampuan, kemauan, dan kesempatan untuk menulis. Hal ini karena dipicu oleh tantangan dari Blog Kompasiana, setiap hari untuk menuliskan artikel dengan tema berbeda selama 32 hari.
  3. Aktivitas menulis di Kompasiana dilakukan setelah setahun sudah "terbebas" dari kegiatan yang bersifat rutin, sering menyita energi, pikiran, perasaan, waktu, sehingga konsentrasi terbagi dan tidak fokus.
  4. Menulis menjadi kegiatan yang mengasyikkan untuk mengeluarkan ide, gagasan, perasaan yang dialami, dirasakan, dilakukan, sehingga orang lain yang membaca mendapatkan manfaat bahkan ada yang dapat inspirasi (berdasarkan rating yang diberikan oleh para pembaca).
  5. Mempromosikan profesi yang disandang oleh penulis, karena belum banyak dikenal di Indonesia, sehingga masih termarjinalkan, disepelekan, dan "rawan" di"bullying" oleh atasan, sesama tenaga administrasi, bahkan di lingkungan masyarakat intelektual sekalipun.
  6. Menyalurkan ide/gagasan/pikiran dengan menulis ini dimaknai sebagai hikmah yang dapat dinikmati setelah selama setahun mengalami "goncangan perasaan", akibat mendapat perlakuan yang tidak adil dari lingkungan kerjanya. Berpretasi tetapi tidak diapresiasi, bahkan sering ditelikung oleh "oknum-oknum" yang iri hati, dengki, karena tidak bisa menyamai.
  7. Terbukti selama malam Ramadan produksi menulis itu meningkat dibanding tidak bulan puasa. Hal yang menjadi komitmen yaitu akan terus menulis di Blog Kompasiana dengan tujuan untuk berbagi, walaupun sangat menyadari tidak ada uangnya, tanpa penghargaan, apalagi Surat Keputusan dari Presiden. Namun apresiasi dari para kompasianer yang membaca tulisannya dengan memberi rating dan mengomentari, merupakan apresiasi yang "luar biasa".
  8. Dari menulis di Blog Kompasina telah menemukan keluarga sejatinya, yang dengan tulus memberi "rating dan komentar" dalam setiap tulisan yang berhasl ditayangkan, sampai hari ini sudah ada 115 judul tulisan, dengan pembaca 51.535. (statistik per tanggal 10 Juni 2018 pukul 23.40).
  9. Hal lain yang sangat menyenangkan adalah mendapat pangkat "taruna", diatasnya debutan dan junior, walau masih dibawah jauh dari penjelajah, fanatik, senior, dan maestro. Layaknya dalam pangkat dan jabatan kepegawaian untuk meraihnya perlu perjuangan dan pengorbanan. Bedanya, di Kompasiana ini semua dihitung oleh mesin yang lebih obyektif, bukan manusia yang sangat subyektif.

Demikian, malam di bulan Ramadan selain diisi dengan i'tikaf di masjid yang berada di Komplek Perumahan dalam sepuluh hari terakhir, juga dimanfaatkan untuk mengerjakan tantangan menulis dari Blog Kompasiana. Semoga di malam-malam sesudah Ramadan walau tidak melakukan i'tikaf di masjid dapat mengisi sepertiga malam untuk bermunajad kepada Alloh di rumah, dan tetap menulis di Kompasiana.

Yogyakarta, 10 Juni 2018 Pukul 23.45

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline