Lebaran tahun 2018 ini para PNS, TNI, Polri dan pensiunan meraa lega, beban pikiran ringan, tekanan darah stabil, karena mendapat rejeki ektra di luar gaji berupa Tunjangan Hari Raya (THR).
Cairnya uang THR tahun ini membuat nafas semakin lega, beban pikiran ringan, tensi stabil, mengingat kebutuhan ekstra lebaran kadang dapat menyesakkan nafas, pikiran berat, dan tensi naik. Namun uang THR kalau tidak bijak memanfaatknya juga setali tiga uang, sama saja. Padahal niat pemerintah dengan THR dan gaji ke-13 yang diterima bulan Juli untuk meningkatkan kesejahteraan para PNS, TNI, Polri dan Pensiunan.
Disaat PNS, TNI, Polri dan pensiunan mendapat THR, pusat perbelanjaan sudah siap menyambut dengan antusias, agar omsetnya meningkat. Berbagai strategi dan jurus promosi pun dilancarkan mengingat hari-hari biasa sepi pembeli. THR sudah ditangan, muncul gangguan untuk segera membelanjakan. Apalagi godaan di pusat perbelanjaan yang semakin menggiurkan dengan perang diskon besar-besaran, sampai 70 %. Namun hati-hati dengan bahasa iklan yang kadang "mengecoh" pembeli. Coba amati benarkah diskon 70 % ?. Perlu bertanya lebih detail dengan salesnya, tentang syarat dan ketentuan untuk mendapatkan diskon sebesar itu.
THR agar dapat memberi manfaat, maka perlu dikelola dengan bijak, sehingga uang ekstra itu tidak hilang begitu saja untuk memenuhi keinginan yang tidak bisa dikendalikan. Masalahnya tidak semua keluarga di Indonesia mempunyai pengetahuan untuk mengelola keuangan keluarga. Akibatnya ketika ada uang, dan tidak bisa mengerem keingingan/nafsu untuk membeli dan memiliki, tanpa perencanaan pengeolaan keuangan, dapat mengacaukan dan menimbulkan bencana dan derita berkepanjangan.
Umumnya orang (khususnya ibu sebagai menteri keuangan keluarga) tidak mau ribet untuk membuat perencanaan, dan catatan uang masuk keluar secara sederhana. Pokoknya asal ada uang, tanpa pikir panjang membeli apa yang diinginkan. Tragisnya, tidak ada uang pun diada-adakan demi memenuhi keinginannya. Ketika sedang di pasar, swalayan, mall, tanpa rencana melihat barang bagus ada diskon besar, langsung membeli.
Perencanaan mengelola THR dimaksudkan agar uang yang dibelanjakan tidak melebihi dari besarnya THR, "tidak besar pasak daripada tiang". Mengelola agar THR lebih bermanfaat, semestinya hanya untuk memenuhi kebutuhan ekstra dalam menyambut lebaran. Oleh karenanya uang THR perlu dikelola dengan baik dan benar pemanfaatnya, yaitu:
- Membuat prioritas pengeluaran antara kewajiban, kebutuhan, dan keinginan. Wajib itu harus dilaksanakan, misalnya zakat fitrah. Kebutuhan itu yang tidak bisa ditunda, keinginan itu kebutuhan yang masih bisa ditunda, sebagai kebutuhan sekunder.
- Setelah membuat prioritas, maka membayar zakat fitrah, per orang sebanyak 2,5 kg, atau sebesar Rp 30.000,-, adalah kewajiban umat Islam, sebagai rukun Islam ke-4. Kewajiban untuk memberikan bonus/THR bagi Asisten Rumah Tangga (ART), hidangan lebaran. Membayar zakat mal sebesar 2,5 persen dari pendapatan untuk yatim piatu, kaum duafa, fakir miskin.
- Apabila kewajiban sudah terpenuhi, masih ada sisa THR maka dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan 9 (sembilan) bahan pokok untuk persiapan lebaran, hari H, dan sesudah lebaran. Tidak perlu melakukan aksi borong untuk menimbun kebutuhan pokok, seakan "esok" tidak ada orang yang jualan.
- Kebutuhan memberi angpau, bingkisan untuk orang tua dan saudara, disesuaikan dengan kondisi besarnya THR, namun tetap perlu dipikirkan. Bagaimanapun bisa seperti saat ini mendapatkan pekerjaan, gaji dan THR, ada campur tangan doa dari orang tua terutama ibu.
- Prioritas terakhir adalah keinginan, uang THR bila masih ada sisa baru untuk memenuhi keinginan, misal membeli baju lebaran, antaran, bingkisan lebaran, dan pembelian barang baru (TV, kulkas, AC, kursi tamu, korden).
- Mudik, berlibur termasuk keinginan, biayanya untuk transportasi, akomodasi, bisa diambilkan dari alokasi uang THR yang masih sisa setelah dikurangi untuk memenuhi kewajiban, kebutuhan, asal tetap diperhitungkan dengan cermat (bukan pelit), agar dapat menghindari "gestun"/gesek tunai alias hutang. Hal ini tidak masuk "lubang" riba yang membuat hidup tidak nyaman, karena setelah jatuh tempo tidak membayar, akan dikejar oleh para "debt collector".
- Uang THR bisa juga untuk membayar hutang konsumtif bila sudah terlanjur melakukan "gestun", atau mempunyai pinjaman untuk lebaran. Jadi karena sudah mengetahui akan mendapat THR, maka meminjam dengan "gestun", atau uang tunai dari seseorang dengan janji kalau mendapat THR akan dilunasi. Celakanya kalau uang pinjaman ini tidak dimanfaatkan sesuai dengan prioritas. Artinya lebih mengutamakan keinginan dari pada kebutuhan dan kewajiban.
- Kalau masih ada sisa THR dapat diinvestasikan (namun bukan investasi bodong), yang menggiurkan dan ujung-ujungnya sebagai modus penipuan. Investasi yang realistis, misal untuk tabungan pendidikan, membeli saham yang terpercaya dan bonafit.
- Uang THR dapat dimanfaatkan untuk persiapan membeli hewan qurban pada hari Raya Idul Adha, mengingat setelah bulan Syawal, tidak sampai 2 (dua) bulan lagi sudah bulan Dzulhijah, dimana umat Islam yang mampu wajib menyembelih hewan qurban baik domba/kambing atau sapi (untuk 7 orang).
Yogyakarta, 10 Juni 2018 Pukul 00.19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H