Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Siapapun Bisa Menjadi Sarjana, Asal Belajar Keras

Diperbarui: 22 April 2018   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas/Dok Humas UGM

Sering di media massa cetak dan digital, diberitakan kisah keberhasilan anak tukang becak, buruh tani, tukang sayur, penjual gorengan, tukang sate, satpam, telah berhasil menyelesaikan studi S1, S2, S3. Di media sosial pun menjadi viral, dan beritanya terdengar sampai istana negara, dipanggil dan diberi beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri . Sungguh mendapat “durian runtuh”, nasib orang siapa yang tahu.

Berita yang viral ini dapat memberi inspirasi bahwa pendidikan itu menjadi hak bagi setiap orang, yang tidak melihat latar belakang orang tua kaya atau miskin. Dan pendidikan dasar (SD –SMP) itu dibiayai oleh pemerintah, artinya gratis. Membeli baju seragam pun sekarang tidak perlu dikoordinir sekolah, karena “rawan” penyelewengan.

Orang tua murid membeli seragam sendiri di toko-toko baju atau toko yang menjual peralatan pramuka. Ini sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945 ayat 1 dan 2 amandemen:”Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

Ketika masuk jenjang SMA pun ada Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi anak yang tidak mampu, sehingga tidak ada alasan untuk putus sekolah karena beaya pendidikan. Setelah lulus SMA bagi yang mempunyai prestasi akademik terbuka peluang untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Pemerintah memberikan kesempatan sebesar 20 persen dari calon mahasiswa cerdas akademik, tetapi secara finansial kurang mampu dengan program Bidikmisi. Jadi anak-anak buruh cuci, tukang bangunan dapat mewujudkan mimpinya untuk menjadi sarjana dari perguruan tinggi idaman. Perguruan tinggi sangat terbuka dan memberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan di program studi yang menjadi “passion”,nya.

Perguruan tinggi bukan “menara gading” yang eksklusif hanya untuk klas sosial tertentu, namun setiap warga negara mempunyai hak yang sama, asal memenuhi syarat yang telah ditentukan dengan capaian akademik sejak semester 1 (satu) sampai semester 5 (lima) terekam diatas rata-rata.

Biasanya para juara kelas dan juara paralel mempunyai “peluang” besar untuk masuk, asal pilihan disesuaikan dengan daya tampung dan peminat yang akan masuk di program studi tersebut. Salah strategi untuk memilih program studi bisa fatal, tidak diterima.

Artinya peluang emas masuk melalui jalur undangan (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri/SNMPTN) itu kandas. Namun  masih ada kesempatan tes tertulis melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri/SBMPTN, dan Ujian Mandiri (UM).

Kesempatan untuk mendapatkan Bidikmisi dengan jalur tes tertulis juga masih ada. Data Kemenristekdikti 2018 ada 360.000 mahasiswa Bidikmisi aktif kuliah, untuk tahun 2018 ini memberikan kuota sebesar  90.000 mahasiswa baru. 

Walau menurut Abdullah Ubaid (Koordinator Nasional Pemantauan Pendidikan Indonesia), seleksi untuk mendapatkan bantuan pendidikan siswa miskin atau Bidikmisi menuai kritik, karena dinilai terlalu longgar dan tidak transparan (Kompas 20/4/208). Untuk pendaftaran jalur Bidikmisi bisa diakses melalui situs resmi Bidikmisi

Program Bidikmisi ini terbukti dapat mewujudkan “mimpi” anak-anak berprestasi diseluruh pelosok tanah air tanpa diskriminasi. Semuanya mempunyak hak yang sama untuk memanfaatkan fasilitas yang ada dikampus. Selama 4 (empat) tahun akan ditempa dengan ilmu dari para dosen yang kompeten di bidangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline