Sepenggal puisi Najwa Shihab (duta baca) "Jika bangsa yang besar selalu menghormati pahlawan, bangsa yang maju niscaya menghargai pustakawan, sebab menjadi pustakawan adalah kehormatan, pustakawan mengabdi pada ilmu pengetahuan".
Profesi pustakawan bukan "penjaga buku", namun sebagai profesi yang sejajar dengan profesi lain. Artinya mempunyai kewajiban dan hak yang sudah ada aturan mainnya, dengan Perpustakaan Nasional sebagai pembinanya. Wadah organisasi profesi adalah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), yang "merasa" terusik ketika ada anggota diperlakukan tidak adil.
Keluarnya Surat Edaran (SE) No.102318/A2.3/KP/2017 tentang Penataan administrasi jabatan fungsional di lingkungan Kemenristekdikti yang ditandatangani Kepala Biro SDM, tertanggal 1 Nopember 2017, memupuskan harapan para pustakawan madya menjadi pustakawan utama.
Sesuai point 2 dalam SE disebutkan "Khusus bagi kenaikan pejabat fungsional tingkat ahli madya menjadi pejabat fungsional tingkat ahli utama tidak perlu diusulkan karena tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi No.49 Tahun 2015".
Kalau dirunut Permenristekdikti No.49/2015 tentang Kelas Jabatan di Lingkungan Kemenristekdikti, lampiran III hlm 2 No.40 hanya disebutkan pustakawan madya masuk kelas jabatan 11, persediaan pegawai 133. Anehnya tidak ada nomenklatur pustakawan utama yang diisi 0 andaikan belum ada yang menduduki jabatan itu, untuk mengantisipasi perubahan.
Artinya Permenristekdikti ini tidak mengantisipasi perubahan dan bertentangan dengan Kepmenpan dan RB No.9/2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, yang menyebutkan pustakawan ahli terdiri dari pustakawan pertama, muda, madya, dan utama (pasal 7 ayat 3).
Permenristekdikti ini dibuat untuk menentukan kelas jabatan, ada kaitannya dengan Peraturan Presiden No.32/2016 tentang Tunjangan Kinerja di Lingkungan Kemenristekdikti. Pustakawan madya masuk kelas jabatan 11 besarnya tukin Rp 4.519.000,-, yang dibayarkan sejak Januari 2016, walau Perpres ditetapkan 1 Mei 2016 (berlaku surut). Namun tukin ini tidak dinikmati pegawai pada PTNBH (ps 3 huruf h), seperti UI, UGM, ITB, IPB, Unair, Undip, UPI, USU, ITS, Unhas, alasannya karena sudah otonomi.
Jabatan pustakawan utama diraih dengan perjuangan, bukan sekadar membuat karya ilmiah yang tidak semua pustakawan mempunyai keahlian dan keterampilan. Bahwa pustakawan utama bukan sekedar membuat konsep, melakukan penelitian, menulis karya ilmiah, namun langsung menghadapi mahasiswa semua strata untuk memberi pencerahan memanfaatkan perpustakaan di lingkungan masyakarat akademik.
Di tengah generasi now, digital, pustakawan utama berusaha menyesuaikan setiap perubahan di sekelilingnya, melakukan inovasi dan mengubah pola pikir, pola kerja, pola pelayanan. Di lingkungan Perguruan Tinggi pustakawan diakui atau tidak mempunyai andil dalam akreditasi nasional dan internasional.
Saat ini ada jabatan pustakawan utama yang SK nya dikeluarkan oleh Presiden melalui Mensekneg dan SK yang dikeluarkan oleh Meristekdikti. Kenapa hal ini bisa terjadi? Mohon penjelasan pihak yang berwenang. Sementara ada pustakawan madya yang sudah mempunyai PAK 871,117 dari Perpustakaan Nasional dan Persetujuan Teknis dari BKN, No. AB 12001000001 tgl 31 Maret 2017 berkasnya tidak diproses menjadi pustakawan utama karena Menristekdikti tidak mengirim berkas ke Mensekneg (untuk proses SK Presiden).
Pustakawan tersebut bahkan diminta segera mengurus pensiun karena sesuai dengan PP No.11 tahun 2017, BUP pustakawan madya 60 tahun. Padahal keterlambatan bukan salah yang bersangkutan, namun sejak 1 Mei 2017 semua sistem sudah "diblokir", sehingga tidak bisa mengisi "logbook", serta diminta secara lisan (bukan tertulis) untuk tinggal di rumah, sejak tgl 3 Juli 2017. Di mana makna puisi yang dibuat oleh Najwa Shihab itu?