Bermukim di kampung gerik-gerik kita tak lepas dari pandangan, omongan tetangga. Mereka serba tahu dan ingin tahu. Misalnya ketika salah seorang teman menceritakan gaya hidup tetangganya. Teman tersebut tahu barang mewah milik tetangganya hasil utang.
"Setiap anggota keluarga dibelikan motor, mobilnya baru, tapi utang. Setiap hari ada orang nagih."
Saya pun jadi teringat omongan tetangga dulu yang pernah terdengar.
"Saben metu, mulih gowo belanjaan, arep kuat sampai kapan."
Kalimat tersebut bernada negatif. Jika diartikan kurang lebih seperti ini. Setiap hari belanja terus, mau kuat sampai kapan.
Pada umumnya, masyarakat akan belanja terus jika punya uang, pada waktu tertentu akan stop karena utang menumpuk. Jika menyadari kesalahannya gaya hidup pun berubah drastis jadi minimalis.
Saya ingin membahasnya sebagai pembelajaran terutama Gen Z yang sedang mengalami doom spending.
Doom Spending
Akhir-akhir ini doom spending.menjadi perbincangan banyak orang. Kompasiana pun mengambil tema tersebut dalam topik pilihan.
Doom Spending.menurut psikolog, Riza Wahyuni kepada DetikJatim
merupakan pola konsumtif berlebihan. Individu tersebut sulit menahan keinginannya untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan, sekalipun tidak punya uang. Perilaku tersebut sebagai respon kecemasan terhadap kondisi keuangan.
Fenomena ini sudah ada sejak dulu, umumnya dilakukan oleh kaum perempuan. Sekarang gen Z lebih rentan berperilaku doom spending. Faktor pemicunya menurut Riza adalah gaya hidup dan psikologis..