"Saya sudah 30 tahun menjadi perangkat desa, tentunya banyak salah dan kekurangan dalam melayani masyarakat. Bapak ibu mau memaafkan saya?" Kalimat itu dituturkan oleh Sri Yatini Asih kepada warga yang hadir dalam acara tasyakuran purna dari jabatannya sebagai perangkat desa.
Sri Yatini Asih, sering disapa Bu Jogoboyo pada 11 Mei 2024 resmi purna dari jabatannya sebagai Kepala Dusun Wadeng, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun.
Sependek ingatan saya, ini pertama kali ada perangkat desa purna mendapat apresiasi dari masyarakat dengan diadakan tasyakuran. Tasyakuran diisi dengan berbagai hiburan khas Kabupaten Madiun, seperti dongkrek, reog, campursari. Kesenian ini hasil kreatifitas warga dusun. Harapannya selain nguri-nguri warisan leluhur juga bisa menjadi sumber penghasilan.
Baca juga Kesenian Daerah
Ketika saya datang ke rumah Bu Jogoboyo pada Sabtu pagi, dapur yang begitu luas sudah dipenuhi warga yang rewang. Begitu juga ruang dalam rumah. Sebagian ibu-ibu memasak, membuat es campur dan mengisi kotak kecil dengan aneka kue. Sementara kaum bapak-bapak yang sebagian besar ketua RT siap melayani penonton.
Acara hiburan dimulai sejak pukul 08.00 waktu setempat dengan menampilkan kesenian dongkrek dari karang taruna Dusun Wadeng. Anak-anak dukuh piawai memainkan alat musik tradisional, begitu juga penarinya. Siang hari, sekitar pukul 13.00 WIB dilanjutkan dengan seni pertunjukkan reog.
Kesenian reog ini yang dinanti-nanti warga, karena jarang sekali ada tanggapan reog. Seperti kita ketahui reog merupakan kesenian khas Ponorogo yang semula bernama Barongan. Kesenian ini dikenalkan oleh Ki Ageng Suryongalam dari Bali.
Pada malam hari acara tasyakuran dimeriahkan oleh artis daerah dengan lagu-lagu yang syahdu. Selain itu, warga sekitar dan tamu undangan juga mendapat suguhan atraksi kucingan. Kesenian kucing-kucingan mirip dengan Reog Ponorogo. Perbedaannya hanya pada alur dan penarinya. Dalam kesenian Kucing-kucingan tidak dilengkapi dadak merak, hanya bujangganong dan barongan.