Sebagai petani, pastinya tidak ada anggaran untuk membeli beras, karena punya gabah sendiri. Namun, bukan berarti tidak pernah membeli beras. Ketika tukang giling gabah keliling belum lewat dan beras habis, saya tetap membeli, hanya dalam jumlah sedikit, maksimal 3 kilogram.
Seperti pekan kemarin, kakak ipar sudah mengatakan jika kami masih memiliki 2 karung gabah kering siap giling. Jika beras habis segera laporan padanya agar gabah segera dislep.
Oleh karena saya sering acara di luar rumah, urusan beras habis jadi lupa. Saya pun membeli beras di warung sambil belanja. Kaget sekali dengan harga saat itu. Harganya Rp16.000/kilogram, untuk beras wangi seharga Rp19.000/kilogramnya. Beras di kios tersebut asalnya dari petani yang menukar dengan sayuran atau ikan, tepatnya belanja, bayar pakai beras.
Setiap hari saya memasak beras kurang lebih 1-2 gelas kecil untuk 3 orang. Satu karung gabah kering yang beratnya 50 kilo jika dislep jadi beras menyusut hingga setengahnya. Jika tidak ada undangan pernikahan, khitanan, kirim doa atau takziah, satu sak gabah cukup untuk 6 minggu.
Saya perkirakan kebutuhan beras untuk dimakan setiap bulannya sekitar 15 kilogram atau Rp240.000 jika harga masih Rp16.000.
Anggaran untuk beras sedikit jika dibandingkan untuk membeli skincare. Pembelian skincare tiap bulannya sekitar Rp800.000 s.d. Rp1.000.000. Namun, itu dulu sebelum harga sembako naik.
Skincare vs Kebutuhan Pokok
Skincare dan beras bagi perempuan sama-sama pentingnya. Siapa sih yang ingin kulit wajahnya bersisik, kering? Siapa juga yang ingin keluarganya lapar gara-gara tidak bisa membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya?
Sejak barang kebutuhan pokok naik, sementara uang bulanan tetap. Saya harus pandai mengelola uang agar kebutuhan kulit terpenuhi, tetapi tidak mengurangi nutrisi tubuh keluarga. Yang semula beli skincare bisa habis Rp1 juta per bulan, sekarang bisa turun hingga setengahnya, bahkan sepertiganya.
Caranya bagaimana?