Pagi itu saya bersepeda melewati jalan perbatasan dengan dusun lain. Jika musim tanam padi pemandangan di sini bagus, hijau, sejuk. Rasanya ingin berlama-lama berada di area itu.
Saya sering melewati jalan perbatasan karena memiliki empat petak lahan pertanian di area tersebut. Dua petak masuk ke dusun sebelah, dua petak lagi masuk dusun sendiri. Musim tanam ketiga ini, empat petak lahan itu tidak ditanami padi, tetapi kacang hijau. Alasannya karena kurangnya sumber air dan cocok ditanami palawija.
Tidak bisa dipungkiri, menanam padi lebih menguntungkan dengan harga sekarang yang mencapai Rp750 ribu per kuintalnya. Akan tetapi bercocok tanam padi di musim kemarau pendapatan dan biaya produksi seimbang. Belum dampak dari El Nino yang cukup panas. Ada kemungkinan gagal panen.
Tanaman Padi
Padi dengan nama latin Oryza Sativa merupakan tanaman yang banyak dibudidaya oleh petani di berbagai negara termasuk Indonesia.
Tanaman ini akan menghasilkan bulir padi dan diolah menjadi nasi. Nasi inilah makanan pokok warga Indonesia.
Kebutuhan akan padi meningkat seiring bertambahnya penduduk dan menyempitnya lahan pertanian. Meski hasil produksi tanaman padi melimpah sepertinya tidak mampu memenuhi kebutuhan warga.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dan kestabilan ekonomi terjaga, misalnya mengaplikasikan teknologi. Namun, tidak semua teknologi mutakhir bisa diterima petani.
Petani memiliki cara untuk meningkatkan hasil produksi padi, salah satunya menentukan pola tanam. Seperti yang dilakukan petani di Kulon Progo, 2019. Mereka mampu meningkatkan produksi padi dengan menentukan pola tanam yang sesuai.
Menentukan Pola Tanam
Sebenarnya air dalam tanah tidak terbatas dan bisa digunakan kapan saja. Akan tetapi itu bukan keputusan bijaksana dalam pemanfaatan air dan pengolahan lahan.