"Talasnya sakilo wae, jajal tukange gelem po ra," kata salah seorang pembeli saat saya belanja di warung sayur.
"Tukang ko yo ora gelem digodogne telo," ucapnya lagi. Artinya kurang lebih begini, tukang atau pekerja bangunan yang bekerja di rumah ibu tadi jika disuguhi singkong rebus tidak dimakan. Dia mencoba mau tukangnya dikasih talas.
"Lho padahal enak lho telo kalih wedang panas." Saya yang sejak tadi menjadi pendengar tak tahan untuk membela panganan umbi-umbian satu ini. Singkong atau sering disebut telo bagi kami makanan yang lezat, apalagi dikukus, lalu digoreng ditaburi keju. Minumannya kopi hitam yang dislep.
Namun, kesukaan kita belum tentu bagi orang lain, soal selera tentunya tak sama. Akan tetapi singkong saat ini populer, karena banyak orang mengonsumsinya sebagai alternatif makanan pokok.
Singkong sebagai Alternatif Makanan Pokok
Singkong merupakan tanaman umbi-umbian yang tak asing lagi. Banyak masyarakat Indonesia mengonsumsi singkong karena selain rasanya enak juga bisa diolah menjadi makanan lain yang lebih lezat. Misalnya, getuk, keripik, tepung tapioka dan jenis makanan lainnya.
Tak kalah penting, di masa paceklik, krisis pangan melanda sebagian wilayah di Indonesia, singkong menjadi sumber karbohidrat setelah nasi dan jagung.
Ternyata singkong juga dikonsumsi oleh warga yang mengalami gangguan kadar gula. Orang yang menderita diabetes singkong dijadikan makanan pengganti nasi. Hal ini karena dapat membantu menurunkan kadar gula darah, kadar kolesterol, menurunkan risiko penyakit jantung dan obesitas.
Bukan sekarang saja, singkong menjadi bahan makanan utama. Sejak dulu, umbi-umbian ini sudah populer. Menurut nenek saya, singkong menjadi pengganti nasi dengan cara digaplek agar lebih tahan lama.
Singkong populer bukan saja manfaatnya, tetapi cara penanamannya pun mudah. Kita bisa menanam secara teratur di kebun, pekarangan rumah atau pematang sawah.