Saya pernah menyaksikan seorang perempuan yang diam saja, jika ngobrol kadang nyambung, kadang tidak, sebut saja Dina. Sebagai pendatang baru, saya pun bertanya pada suami.
Suami menjawab, jika si Dina ini normal, tetapi ketika kuliah pernah stres karena menghadapi sikap ibunya yang keras, banyak tuntutan. Sempat berobat ke Solo dan sembuh.
Orang tua berharap yang terbaik pada anaknya sangat wajar. Namun, jika sikap protektif orang tua dibiarkan, hubungan semacam ini akan menjadi toksik dan berdampak negatif pada anak.
Baca juga Terjebak Toxic Positivity? Berikut 4 Cara Mengatasinya
Hubungan Toksik
Setiap hubungan cenderung menjadi toksik atau beracun, karena seringnya interaksi. Hubungan beracun (toxic) bukan terjadi pada pasangan saja, bisa juga terjadi pada anak dan orang tua. Entah itu anak masih remaja, dewasa, bahkan sudah menikah.
Sebagai contoh yang dialami Dina, atau mungkin teman-teman menyaksikan sendiri di sekitar rumah ada orang tua yang toksik pada anaknya.
Dina dikabarkan pernah mengalami stres akibat sikap orang tuanya. Wallahu alam, kebenarannya belum bisa dipastikan karena saya tidak mendapat keterangan dari dokter yang pernah merawat Dina.
Hanya akan menyelisik sikap orang tuanya. Kemungkinan orang tua Dina terlalu keras dan akhirnya menjurus kepada hubungan toksik.
Melansir dari psychologytoday ada beberapa ciri orang tua yang toksik, di antaranya :