Saya menjadi tenaga honorer pada tahun 1997 di salah satu SMK Negeri Bandung tetapi hanya sebentar. Tahun berikutnya bekerja di SMA Negeri favorit Majalengka.
Sekolah itu tempat saya menamatkan sekolah menengah pada tahun 1995. Jadi begitu bekerja sebagai tenaga komputer di tata usaha, sebagian guru tidak asing, terutama guru yang mengajar di kelas fisika.
Pada masa itu kelas A.1 hanya satu kelas dan muridnya sedikit, 21 orang. Dengan jumlah murid sedikit, guru mudah hafal. Saya pun orangnya supel, jadi mudah diingat oleh guru mata pelajaran (mungkin juga sih, hehe)
Menerima tawaran bekerja menjadi tenaga honorer apalagi sebagai PTT (Pegawai Tidak Tetap) mendapat pertentangan dari kakak sepupu.
Dia sering ke rumah menawarkan pekerjaan ke luar negeri menjadi asisten rumah tangga dengan iming-iming gaji besar.
Saya tidak tertarik berangkat jadi TKW, apalagi orang tua. Kalau orang tua masih memegang prinsip, "Makan gak makan asal kumpul".
Bukan itu saja alasan orang tua melarang saya menjadi TKW. Banyak kekhwatiran dengan isu yang menimpa TKW.
"Gaji sedikit yang penting berkah, dileukeunan wae," pesan bapak saat itu. Orang tua berharap keberkahan. Keberkahan tidak bisa dihitung dengan uang.
Bangga memakai seragam?
Seragam adalah identitas pekerja, siapa yang tidak bangga memiliki identitas. Namun, jangan pula menjadi sombong apalagi dijadikan alasan untuk menyakiti orang lain.