Hampir 200 warga Kelurahan Nggembel tidak merasakan dampak dari kenaikan harga elpiji. Selain pekerjaan mereka bukan pelaku UMKM juga keseharian warga tidak menggunakan gas elpiji.
Mungkin kita menebak, meraka warga awam sehingga masih menggunakan kayu bakar. Ternyata tebakan kita salah.
Seperti yang kita ketahui, di tengah-tengah naiknya harga sejumlah komoditas pangan. Pertamina resmi menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi terhitung tanggal 25 Desember 2021.
Kenaikan itu jelas memengaruhi semua warga, termasuk pelaku UMKM, terutama yang bergerak di bidang kuliner.
Saya ajak teman-teman mengenal, kenapa warga Nggembel tidak merasakan dampak dari kenaikan harga elpiji.
Fakta warga Kelurahan Nggembel
Jarak kelurahan Nggembel dari rumah saya tidak terlalu jauh, sekitar 3 km, itu pun hanya melalui satu jalan rengrood.
Kelurahan ini terletak di sebelah selatan tempat pemrosesan akhir (TPA) Winongo. Berada di sebelah gunung sampah, tentu menjadi warga pertama yang terdampak, baik dampak positif atau negatif.
Dampak buruk tentu aroma sampah. Akan tetapi, ketika saya datang ke tempat kerabat jauh, aroma itu tidak menyengat. Atau karena saya memakai masker jadi tidak begitu bau busuk.
Dampak positif tinggal di sebelah pembuangan akhir sampah se-Kota Madiun, yaitu lapangan kerja. Sebagian warga banyak yang bekerja di TPA, entah itu sebagai pemilah sampah atau lainnya.
Menurut kerabat saya, Susi, "Tidak miskin atau kaya, hampir semua warga hari-harinya bekerja di TPA memilah sampah di gunung sampah itu."