Ayah Bunda, apa pernah melihat atau bahkan anak kita sendiri merasa tidak nyaman berada di antara orang banyak?
Saya pernah mengalami, ketika anak bungsu, pertama kali masuk sekolah dasar. Dia menangis saat tiba di sekolah, tangannya hanya memeluk saya. Kakinya tidak mau digerakkan. Saya mencoba menghibur dengan mengatakan, "Jangan takut, Mamah nunggu di sini." Dia makin keras menangis.
Wali kelasnya langsung memeluk anak saya seraya menyuruh saya meninggalkan sekolah, "Mamah pulang saja, nanti kami yang menenangkan ananda." Setelah kurang lebih satu jam, wali kelas mengirim foto anak saya yang sedang bermain dengan temannya via WhatsApp.
"Mah, ananda tadi nangis hampir satu jam, sekarang sudah bermain dengan teman-temannya."
Tanda-tanda seperti yang ditunjukkan anak saya bukan karena malu seperti biasanya, melainkan anak-anak mengalami Social Anxiety Disorder (SAD) atau gangguan kecemasan sosial. Anak-anak takut dengan lingkungan yang ramai dan baru.
Social Anxiety Disorder atau gangguan kecemasan, ditunjukkan dengan menangis, mengamuk. Bisa juga ditandai dengan tersipu tidak melakukan kontak mata. Mereka juga tampak ketakutan, berkeringat, gemetar.
Social anxiety disorder atau fobia sosial bisa terjadi pada semua kelompok umur. Orang dewasa, bahkan anak-anak. Kalau orang dewasa mungkin sama dengan demam panggung.
Baca juga Cara Menghindari Toxic Positivity
Social Anxiety Disorder tidak sama dengan pemalu
Melihat anak-anak mengalami tanda-tanda seperti disebutkan di atas, kita sering menganggap anak itu malu. Pembiaran pun terjadi tanpa ada penanganan.
Anak-anak yang pemalu, dia masih bisa bermain dengan teman sebayanya. Berbeda dengan anak yang mengalami social anxiety disorder, dia akan menghindar semua hal yang memicu rasa takut berlebih. Kondisi seperti ini membuat mereka kesepian sehingga seringkali mengidap kelainan psikolog, seperti depresi, susah tidur dan penyalahgunaan obat.