Kita pernah mengalami atau melihat seorang Ibu belanja ke toko membawa anak balitanya. Ketika melewati tempat mainan, anak mulai menggoyangkan badannya. Menari? Bukan.
Anak tersebut menggerakkan badan sembari menggeret tangan atau baju kita minta berhenti, lalu merengek, menangis, akhirnya mengamuk.
Ia minta mainan, sementara kita tidak ingin membelikannya. Acara belanja pun menjadi kacau balau. Sebagian orang di sekitarnya mungkin merasa terganggu dengan amukan balita kita, matanya menatap tajam.
"Anaknya tolong didiamkan, Bu!" Ucap seorang ibu tua.
Akhirnya kita memberikan ponsel kepada anak kita dan mendudukkannya di troli. Anak tidak lagi menangis, dia asyik menonton film kartun. Kita belanja dengan tenang, orang lain aman dari suara tangis, semua menang.
Pengalaman saya, waktu itu saya sering datang ke rumah salah satu kerabat yang memiliki bayi.
Bayinya lucu, saya sering menggendongnya, mengajaknya bermain, nama panggilannya Kaka.
Namun, ketika Kaka berusia sekitar dua tahun. Saya kehilangan momen momong karena Kaka asyik bermain ponsel.
Ibunya Kaka asyik dengan ponselnya, Kaka menikmati film anak-anak di ponsel juga.
Ketika Kaka salah menyentuh layar dan film berpindah ke chanel lain, Kaka menangis. Ibunya kembali memutar film tadi, Kaka diam.
Setiap kali saya ke rumahnya selalu itu yang dilakukan ibunya Kaka. Saya pun kembali tidak bisa mengajaknya bermain dan bercanda.