Masjid bagi umat Islam sangat penting karena selain menjadi simbol agama, juga sebagai tempat ibadah yang menduduki fungsi sentral. Baik ibadah langsung kepada Allah Swt. ataupun ibadah antara manusia dengan manusia atau ukhuwah Islamiyah.
Ukhuwah Islamiyah sudah diperintahkan Allah Swt. dalam surat Ali'Imran ayat 112, "Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas."
Kekuatan masjid bukan terletak pada fondasi dasar atau megahnya suatu bangunan, tetapi terletak kepada kekuatan iman manusia untuk memakmurkan. Semakin tinggi iman maka makin makmur masjid itu ataupun sebaliknya.
Untuk memakmurkan masjid ada sejarah yang bisa dijadikan inspirasi dan motivasi di masa depan. Berikut sejarah singkat masjid Al-Hidayah Dusun Sidorejo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun
- Sejarah Singkat Masjid Al-Hidayah
Masjid Al-Hidayah Dusun Sidorejo, Kabupaten Madiun, merupakan wujud perjuangan warga. Pada saat itu Islam sebagai agama yang mayoritas, tetapi tidak memiliki pusat ibadah atau pusat dakwah.
Sebuah dusun yang terletak tidak jauh dari kota dan memiliki jumlah penduduk padat, hanya memiliki satu musala kecil. Menggerakkan hati beberapa warga yaitu, Pak H. Purwanto, Pak Moh. Toha, Pak Sumar, Pak Hadi Soegiman, Pak Samilan dan Pak Agus Yusuf untuk membeli tanah dan diwakafkan untuk masjid dusun.
Sebagai alternatif, ada tiga lahan kosong di tempat berbeda yang hendak dijual. Namun, satu lahan milik Mbah Sadi menjadi pilihan. Letaknya yang strategis, pinggir jalan utama dusun, menjadi alasan kenapa tanah itu akhirnya dibeli.
Nama masjid Al-Hidayah tertera dalam sertifikat dengan harapan semua warga sekitar masjid mendapat hidayah untuk memakmurkan masjid.
Perjuangan enam tokoh agama di atas, belum selesai. Mereka harus membangun masjid di atas tanah ukuran 437,5 m2 dengan anggaran yang minim. Pembangunan pertama disetujui kepala desa dengan ukuran 5 x 5 m2, tetapi enam tokoh dusun menolak. Ukuran tersebut sangat kecil jika dipakai salat Hari Raya, terutama salat Jum'at.
Kepala Desa yang saat itu dipimpin oleh Bapak Jari memberi dana sebesar 30% dari anggaran yang diperkirakan panitia. Pada tahun 1990 M/1410 H pembangunan masjid dimulai dengan ukuran 12 x 12 m2. Panitia yang terdiri dari enam tokoh masyarakat kembali saling bahu membahu untuk membangun masjid. Penyelesaian bangunan membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun, itu pun belum ada serambi.
Tahun 1994, Masjid Al-Hidayah diperluas. Bagian serambi kiri dan kanan dimulai dengan bantuan beberapa donatur dan infak warga yang dikumpulkan selama dua tahun.
Dari tahun ke tahun, masjid Al-Hidayah semakin makmur, sehingga pada tahun 1998 diperluas kembali yang meliputi serambi depan dan keramik. Takmir masjid pun mengalami perubahan karena ada beberapa yang telah wafat, di antaranya, Pak Moh. Toha, Pak Hadi Soegiman, Pak H. Purwanto.