Lihat ke Halaman Asli

Sri Rohmatiah Djalil

TERVERIFIKASI

Petani N dideso

Mengapa Memutuskan Menikah pada Masa Quarter Life Crisis?

Diperbarui: 22 Mei 2021   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pernikahan. (sumber: PEXELS/TRUNG NGUYEN via kompas.com)

Lebaran telah lewat beberapa hari yang lalu. Namun, yang datang ke rumah masih silih berganti. Ketika buka pintu, dia hanya menyodorkan sebuah surat undangan. Tak ada ucapan selamat Idul Fitri atau maaf lahir batin. 

Untuk satu dusun, undangan pernikahan dilakukan dengan lisan, istilahnya hatur-hatur. Pembawa hatur-hatur akan duduk dan diawali dengan ucapan selamat Idul Fitri, lalu memberi tahu siapa pemangku hajat dan kapan pernikahan dilangsungkan.

Ada satu calon mempelai laki-laki, panggilannya si Budi. "Ndak apa-apa muda, kan sudah kerja."

"Itu Bude, lagi nganggur, kena PHK, tapi anak perempuannya sudah nentukan tanggal, karepe anak lanang besok nek wes 24 utowo 25 tahun angge nikah, biar bisa nabung dulu," ujar Ibunya.

Satu lagi yang menarik dari foto prewed salah satu undangan. Saya sebut namanya si Fulan dan di Eni. Si Fulan tampak masih muda sementara calon perempuan terlihat keibuan.

Setelah ngobrol ringan dengan Suami, ternyata calon mempelai enam tahun lalu baru dikhitan. Itu artinya dia baru lulus SMK satu tahun.

Tradisi di desa tempat tinggal saya, anak laki-laki dikhitan ketika menginjak kelas 7 SMP. Minimal kelas 5 SD. Bahkan ada yang khitan kelas 9 atau kelas 10. Tergantung keberanian si anak. Sekarang tradisi tersebut mulai berubah. Telah banyak anak usia 7-8 tahun yang sudah khitan.

Untuk seorang perempuan menikah usia 19 tahun, sudah wajar karena mereka akan dibawa suaminya. Tidak bekerja juga tidak masalah sepanjang suami bisa memenuhi kebutuhannya. Istri pun ridho di rumah saja.

Namun, jika usia laki-laki baru menginjak 20 tahun. Ada pertanyaan siapkah secara lahir? Ini yang sering diabaikan remaja laki-laki. Ketika mengabaikan, orang tua dari kedua belah pihak ikut serta bertanggung jawab atas kehidupan keduanya.

Apakah remaja di desa mengalami yang namanya Quarter life Crisis, krisis seperempat kehidupan, sehingga memutuskan menikah di bawah usia 25 tahun?

Seorang penulis JR Thorpe dalam artikelnya di Bustle, menurut penelitian yang dikumpulkan oleh life coach Alice Stapleton, krisis seperempat kehidupan mencakup, "Ketidakstabilan yang luar biasa, perubahan yang terus menerus, terlalu banyak pilihan dan rasa panik tidak berdaya" dan rasa kesepian, isolasi, ketidakmampuan, dan keraguan diri, ditambah ketakutan akan gagal."

Dari definisi tersebut Si Budi dan Si Fulan yang hendak menikah bisa melewati yang namanya krisis pada usia 20-an. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline