Lihat ke Halaman Asli

Sri Rohmatiah Djalil

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Serba-serbi Kue Lebaran

Diperbarui: 18 Mei 2021   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

aneka kue lebaran/foto Sri Rohmatiah

Hari raya Idul Fitri atau sering disebut lebaran telah lewat. Namun, di daerah saya masih terasa lebarannya. Bukan banyak tamu yang silaturahmi, tetapi kue lebaran masih ada.

Mungkin hal serupa dialami sahabat semua yang merayakan lebaran. Tradisi saling mengunjungi saat lebaran semakin menurun. Salah satunya karena ada larangan open house.

Berbicara soal open house saya punya kisah 17 tahun lalu. Berarti ini jauh sebelum pandemi.

Setelah acara sungkeman kepada orang tua, keluarga dan saudara di rumah. Saya ngajak suami ngider ke tetangga. Belum terlalu siang waktu itu, sekitar pukul 10.00, masih patut untuk bertamu.

"Jangan, nanti malu sendiri, banyak yang menutup pintunya," ujar Suami.

Saya sih tidak percaya, masa hari lebaran tutup pintu. Ngider sendiri keliling desa dengan memakai sepeda motor. Ternyata suasana desa adem, sepi, tidak ada yang lalu lalang di luar. Ada rumah yang buka, mereka pemangku desa atau keluarga besar seperti keluarga Suami.

Tutup pintu, tidur siang, pilihan tepat bagi keluarga, tetapi sepanjang hari saya terus berpikir. Kenapa sesama tetangga, bahkan depan rumah saja tidak saling mengunjungi, mengucapkan selamat atau minta maaf. Berbeda sekali dengan di daerah asal saya. Begitu selesai salat Idul Fitri, semua keluar saling mengunjungi.

Ba'da Magrib, tiba-tiba banyak tamu ke rumah. Mereka tetangga, family jauh. Baru saya mengerti, silaturahmi dilakukan setelah Magrib hingga pukul 21.00. Jalanan yang tadinya sepi, ramai oleh orang yang keluar masuk rumah.

Yang mereka kunjungi biasanya yang lebih sepuh terlebih dahulu. Karena Ibu mertua tinggal di rumah saya, tamu pun agak banyak. Salam tempel pun mulai berlaku.

Serba serbi kue lebaran yang paling disukai anak-anak di rumah.

Raginang
Raginang, ini makanan lebaran khas daerah Sunda. Terbuat dari beras ketan putih yang diolah sedimikian rupa dengan ditambahi garam, terasi bawang putih. Setelah dikukus seperti masak nasi ketan, dibentuk sesuai selera. Nasi ketan tersebut dijemur hingga kering. Jika banyak matahari, membutuhkan waktu kurang lebih empat hari.
Raginang ini tahan lama dalam kondisi kering. Biasanya Ibu membuatnya jauh-jauh hari sebelum lebaran. Namun, mulai lebaran 2021, tidak lagi merasakan raginang, rampeyek buatan Ibu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline