Lihat ke Halaman Asli

Sri Rohmatiah Djalil

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

"Kalau Cinta, Kenapa Harus Menunda Pernikahan?"

Diperbarui: 25 Februari 2021   03:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi foto hasil tangkapan layar pixabay.com

Laki-laki bertanggung jawab  bukan memberi janji manis atau jagung manis, tetapi memberikan kepastian manis -- Sri R --

Usia menjelang dewasa yang dipikirkan perempuan tentu pernikahan. Menikah pada usia produktif akan lebih bagus untuk melahirkan generasi penerus. Namun bagaimana jika ada laki-laki yang mencintai, tetapi mengatakan, "Mau gak nunggu aku sepuluh tahun lagi untuk menikah?"

Laki-laki semacam itu namanya tidak serius untuk membangun rumah tangga dalam waktu dekat. Bisa jadi perempuan yang diliriknya masih muda belia, jika usia perempuan itu 10 hingga 15 tahun, bolehlah. Namun, jika perempuan itu berusia lebih dari 20 tahun, laki-laki tersebut harus diberi kalkulator dulu. Buka kembali pelajaran matematika kelas satu SD, kalau lupa bisa juga nyontek pelajaran matematika, fisika waktu SMA.

Pacaran lama atau sebentar, tidak ada jaminan hubungan akan aman. Terkadang dengan pacaran akan diselimuti nafsu, walaupun laki-laki itu berjanji akan menjaga, perempuan pun berjanji akan setia menunggu. Laki-laki tanggung jawab itu bukan memberi janji manis atau jagung manis, melainkan memberi kepastian manis. Cinta sesungguhnya akan muncul ketika berumah tangga atas dasar cinta kepada Allah Swt.

Manusia hanya berusaha dan berdoa dalam menjemput jodoh, tetapi kita juga  harus ingat jodoh tidak bisa dihitung dengan kalkulator manusia. Tuhan yang merencanakan, Tuhan yang menghitungnya. 

Berdasarkan pengakuan seorang teman, alasan menunda pernikahan sekian lama karena masih kuliah. Sekolah sering menjadi alasan tepat untuk menunda pernikahan. Ada sekian banyak laki-laki yang mementingkan study hingga mendapat pekerjaan bagus. Namun, mereka belum juga menikah.

Berarti alasan utama menunda pernikahan bukan karena masih kuliah atau belum memiliki penghasilan yang besar. Faktor utama adalah ragu, ragu tidak bisa menafkahi, ragu tidak bisa membimbing anak istri, ragu tidak mampu membangun rumah tangga.

Ketika sudah ada pandangan siapa yang akan dinikahi, tidak ada alasan untuk ragu karena janji Allah itu nyata. Allah Swt., berjanji akan memampukan hamba-Nya yang miskin bila menikah. Tidak ada yang sulit bagi Allah untuk memberi rezeki kepada umat-Nya. Tinggal kita merasa yakin atau tidak. Dengan kenyakinan yang kuat, kita akan bekerja keras, berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tidak peduli berapa besar yang dihasilkan kerena rezeki tidak bisa dihitung dengan angka.

Rezeki dalam ajaran Islam bukan saja berupa materi atau non materi. Rezeki juga melingkupi ketenangan, kemanfaatan bagi kita dan orang lain.

Ada banyak orang yang memiliki materi berlimpah, semua dimudahkan, tetapi dia tidak merasakan ketengan, tidak merasa bahagia. Namun ada banyak juga yang terlihat hidup susah, akan tetapi dia merasa bahagia. Hidupnya sederhana, cukup bisa membahagiakan orang lain, dia akan bahagia.

Aku sepakat apa kata Abraham Maslow, bahwa kita akan merasa bahagia jika mampu membahagiakan orang lain yang dicintainya. Membahagiakan orang lain tidak harus dengan materi yang mengalir. Dengan tindakan, perhatian itu juga akan membuat mereka bahagia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline