Lihat ke Halaman Asli

Sri Rohmatiah Djalil

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Bagaimana Menulis Bisa Menjadi Katarsis?

Diperbarui: 30 Desember 2020   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Teori Katarsis pertama kali diperkenalkan sekitar awal tahun 1960 dalam tulisan berjudul "The Stimulating Versus Cathartic Effect of a Vicarious Aggressive Activity."  Dipublikasikan dalam journal of abnormal social psychology. Konsep teori ini berdiri di atas psikoanalisa Sigmund Freud.

Freud mengatakan bahwa, emosi yang tertahan bisa menyebabkan ledakan emosi berlebihan, maka dari itu diperlukan sebuah penyaluran. Cara penyalurannya disebut katarsis.

Katarsis berdasarkan KBBI adalah, penyucian diri yang membawa pembaruan rohani dan pelepasan dari ketegangan; Cara pengobatan orang yang berpenyakit saraf dengan membiarkannya menuangkan segala isi hatinya dengan bebas; kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis.

Manusia diciptakan dengan sempurna, termasuk diberikannya akal, dan berbagai macam emosi. Dalam situasi tertentu emosi tersebut akan muncul, kesedihan, kebahagian, kecewa dan lain sebagainya.

Ketika emosi itu muncul akibat dari sebuah peristiwa yang hebat akan menjadi tekanan emosi dan membuat seseorang trauma. Setiap tekanan emosi yang muncul jika tidak segera disalurkan, lambat laun akan menjadi endapat emosi, sampah emosi yang akan membusuk di hati. Kondisi seperti ini  memicu timbulnya frustasi, defresi bahkan bisa ke tahap yang lebih tinggi yaitu stres.

Dalam ajaran Islam, semua peristiwa pada manusia disebut sebagai ujian, baik itu berupa kesenangan maupun kesedihan. Cara penyelesainnya pun tentu sesuai dengan tuntuan ajaran Allah Swt. Seperti yang telah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 153:

"Wahai sekalian orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan bersabar dan mengerjakan sembahyang, karena sesungguhnya Allah menyertai (menolong) orang-orang yang sabar." (QS Al-Baqarah ayat 153).

Dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc.,Sp.Kj.(K), mengatakan, ujian yang hebat akan menyebabkan tekanan stresor, tetapi stresor tidak selamanya negatif jika dimanajemen dengan baik.  Sikap positif yakni sabar, akan lahir sosok  baru. Dalam ilmu psikiatri yaitu orang yang  memiliki daya tahan mental yang hebat dibandingjkan dengan orang lain yang tidak mendaki sabar.

Pak Cahyadi Takariawan, sering dipanggil dengan Pak Cah, mengatakan, "Tujuan menulis itu beranekagam, salah satunya adalah untuk katarsis, cara meluapkan, melepaskan emosi." Ketika kita sudah menetapkan tujuan menulis, kita mampu menghasilkan karya.

Ketiga peserta EPK yakni Mak Khuriyatul Ainiyah penulis Fandzuri Aiana Anti, Mak Wydiesti penulis buku Mendaki Sabar Menjemput Syukur, Mak Hellen Patraliza penulis buku Self Love. Mampu meluapkan emosi dengan natural, tetapi di sini ada unsur kognitif sehingga bahasa yang dipakai bisa tertata rapih.

Dr. Warlih juga menyampaikan bahwa dengan menulis akan meningkatkan pengenalan terhadap kondisi tubuh sehingga penerimaan terhadap sakitnya menjadi lebih baik. Refleksi diri menjadi lebih baik, secara keseluruhan, dengan menulis bisa menyeimbangkan system keadaan tubuh sehingga menjadi lebih baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline