Ekonomi mikro adalah ilmu yang mempelajari suatu usaha-usaha kecil dan mempelajari proses kegiatan produsen dan konsumen, penentuan harga pasar, jasa dan produk yang akan diperjual belikan.
Seperti Telah terjadi kembali seruan aksi yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat serta mahasiswa terkait dengan penolakan jika harga BBM naik.
Masyarakat saai ini tengah mencoba untuk bangkit dari krisis perekonomian yang akan mengakibatkan masa sulit bagi masyarakat yang telah disampaikan oleh pemerintah
kuota BBM ( pertalite dan solar ) akan habis. Kuota Solar bersubsidi dari pemerintah pada tahun 2022 yaitu 15,10 jt KL dan kuota pertalite bersubsidi yaitu
23,05 jt KL. Diperkirakan konsumsi solar dan pertalite bersubsidi sampai akhir tahun 2022 yaitu 17,44 jt KL dan 29,07 jt KL. Artinya, dari proyeksi konsumsi solar dan pertalite bersubsidi yang naik secara signifikan, maka pemerintah dituntut untuk menambah alokasi APBN tahun 2022. Total alokasi APBN untuk subsidi BBM diproyeksikan akan bertambah yaitu sebesar 195,6 T.
Pemerintah sebelumnya telah menaikkan subsidi energi dari 208,9 T menjadi 283,7 dan kompensasi BBM dan listrik dari 18,5 T menjadi 293,5 T. Hingga total APBN tahun 2022 untuk subsidi dan kompensasi energi mencapai 502,4 T. Sedangkan subsidi BBM hanya berkisar 14,4
T dari total realokasi APBN.
Bocornya kuota subsidi BBM ini tentu tidak terlepas dari peran pemerintah dalam mengawasi BBM, kebijakan kenaikan harga pertama, pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dan pengantisipasian tren kenaikan konsumsi BBM. Pemerintah tidak maksimal dalam menjalankan tugas mengenai pendistribusian dan harga jual eceran BBM.
Dampaknya yaitu, solar dinikmati dunia usaha sebesar 89% dan 11% dinikmati kalangan rumah tangga. Sebesar 11% dari kalangan rumah tangga ini, hanya 5% dinikmati oleh masyarakat tidak mampu dan 95% dinikmati oleh masyarakat mampu. Adapun untuk BBM bersubsidi jenis pertalite, sebesar 86% dinikmati
kalangan rumah tangga dan 14% dinikmati kalangan dunia usaha. Dari 86% kalangan rumah tangga ini, hanya 20% dinikmati rumah tangga miskin.
Pemerintah perlu membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi dengan pertimbangan
bahwa kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar untuk masyarakat.
Setidaknya dampak tersebut seperti kenaikan inflasi sebesar 6-8% jika kenaikan harga BBM bersubsidi naik dari Rp. 2.000- Rp. 3.000. Kenaikan harga BBM bersubsidi juga akan memicu kenaikan harga komoditi seperti pangan, transportasi, dan lainnya. Hingga akhirnya masyarakat kekurangan daya beli terutama masyarakat menengah kebawah. Apalagi kebijakan ini jika tidak
diikuti UMP dan UMR dengan Menurut BPS (2022) jumlah masyarakat miskin berjumlah 26,16 juta orang dengan pendapatan per kapita Rp. 505.469. Pendapatan per kapita yang demikian
rendahnya menggambarkan secara jelas masyarakat miskin tidak akan mampu bertahan dengan kondisi tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H