Lihat ke Halaman Asli

Sri Patmi

Bagian Dari Sebuah Kehidupan

Cerpen Sri Patmi: Bunga Padi

Diperbarui: 16 Oktober 2021   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada ujung daun bendera terakhir tetap terdapat harap yang tidak dapat disembunyikan dari senyumnya yang terasa legam dihabisi sinar matahari yang terik. Setiap kali ia menatap hamparan padi yang dimakan oleh tikus, ia hanya menyisakan sedikit saja tatapan untuk terus bertahan. Entah bertahan karena keyakinan atau penantian atas jawaban yang diharapkan. Tangannya masih menengadah, bermohon agar hasil panen kali ini tetap menghidupi keluarganya. Bunga padi yang tumbuh merekah kian memanjang dan menunduk. Lebih tunduk pada tanah tempat tinggalnya. 

Beberapa bunga padi sudah berisi menjadi bulir padi yang menghidupi. Ia masih mengecek aliran air di parit dan menyemprotkan pestisida untuk tanaman. Selang beberapa hari kemudian, disemprotkan lagi pupuk agar tetap hidup dan berbuah banyak. Dua karung gabah yang sedang dijemur dekat saung, dimakan oleh merpati dan ayam. Ia mendekat, memberikan beberapa bulir pada tempat yang lain agar tidak menghabiskan panenannya. Selang beberapa waktu kemudian, merpati dan ayam itu kembali lagi. Bukan hanya memakan gabah yang sedang dijemur saja, mereka juga mencari makan pada tanah sawah setelah dipanen. 

"Husshhh... Hushhh..." Ujarnya mengusir dengan harapan pemilik ayam memahami maksud untuk menjaga peliharaannya. 

Tak lama kemudian, kejadian serupa terulang kembali. Sementara ia sedang memanen, ia hanya bisa meneriaki dari kejauhan. Beberapa kali terulang kembali kejadiannya. Ia kembali mengajak pemilik ayam tersebut untuk sama-sama saling menjaga peliharaannya. Ia menjaga padinya agar tetap tumbuh kembali tanpa olah tanah/curiyang. Sementara pemilik ayam juga memahami kondisi yang terjadi saat ini. 

Lagi... Lagi... 

Ayam itu kembali mengacak-acak tanah sawah. Meradang sudah amarahnya tak kuasa membendung. Ia menegur pemilik ayam itu saat sedang bersama dengan teman-temannya. Berkali-kali kejadian serupa terjadi. Ia hanya berusaha memasang jaring agar tidak lagi dimakan oleh ayam. Langkah kakinya menuju saung. Menapih sebagian gabah yang sudah mulai kering dan memasukkannya kembali kedalam karung. Ia bawa beberapa karung ke penggilingan gabah. Hasilnya cukup untuk makan beberapa bulan kedepan. Mulai dari pagi hingga senja menyongsong temaram, ia habiskan waktu untuk mengurus padi-padi di sawah. 

Dulu, roda duanya berkelahi dengan aspal menapaki aspal Jakarta - Desa hingga malam menampakkan keheningannya. Panasnya asap pabrik digantikan dengan terik panasnya sawah. Jika saat bekerja, ia susah membedakan mana yang ular? Saat ini ia melihat ular sawah beneran. Jika dulu ia bingung membedakan tikus? Sekarang di sawah ia berteman dengan tikus beneran yang menghabisi sebagian batang padinya yang gagal untuk menyambut senyum matahari senja. Tapi senyum harapnya masih mengembang bak bunga padi yang berisi. 

Salam, 

Sri Patmi 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline