Lihat ke Halaman Asli

Sri Patmi

Bagian Dari Sebuah Kehidupan

Artikel Sri Patmi: Konsep Ta'aruf dalam Dua Irisan Lingkaran Insan Kehidupan

Diperbarui: 1 Mei 2021   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kondisi terasing dari lingkungan baru, manusia akan mengenal konsep dari sebuah kehidupan Yang Maha Luas. Sikap keterasingan memberikan dampak terhadap motivasi dan dorongan untuk beradaptasi dengan situasi yang terjadi. Konsep diri merupakan penjembatan antara dunia dalam dan luar realitas. Kasih takkan pernah dirasakan tanpa kita mengenal sejatinya kasih. Sayang takkan mampu dirasakan tanpa kita merasakan kemurnian dari rasa sayang. Cinta takkan pernah dirasakan tanpa kita mengenal hakikat cinta seutuhnya. Begitu pula dengan pasangan hidup, kita takkan pernah merasakan apapun itu kasih, sayang dan cinta didalam diri orang lain, tanpa kita mengenal segala konsepnya itu didalam diri kita sendiri.

Proses pengenalan ini ibarat penyatuan dua sisi yang berbeda menjadi seiring dan seirama bagai dua sisi mata koin yang tidak dapat terpisahkan. Taaruf dalam perkawinan bisa menjadi bagian dari sebuah permulaan dan akhir dari sebuah permulaan. Taaruf atau secara umum dikenal proses perkenalan dengan manfaat kebaikan bagi sesama insan sebelum masuk pada jenjang pernikahan. 

Taaruf menjadi bermakna dengan berbagai tujuan yang mulia yaitu satu menuju keagungan Yang Maha Pencipta. Proses taaruf dalam islam diikatkan dengan keyakinan dalam menjalankan syariat kehidupan yang semestinya. Hidup untuk berdampingan dengan sesamanya dengan mensinergikan diri kepada ikatan hubungan yang lebih tinggi yaitu Sang Maha Agung.

Menyatunya kedua lingkaran yang saling bertemu dengan irisan yang sama adalah wujud dari sebuah ikatan yang sudah melekat diantara masing-masing insan. Taaruf bukan hanya memandang tetapi berusaha menyamakan persepsi, diri dengan diri yang lain, membenturkan kesaksian ego dengan ego, meluruhkan harapan dengan harapan lain hingga tidak ada lagi kepentingan diri diatas kepentingan diri yang lain. Kondisi yang dimunculkan adalah penyatuan kedua diri yang saling memahami. 

Menatap diri orang lain bagaikan menatap diri sendiri. Dari sini, tidak ada sebuah tipu daya atau intrik agar meningkatkan reputasi terhadap nama baik sebelum proses perkawinan dua insan terjadi. Konsep taaruf bukan menciptkan citra baik sementara, tetapi sedari awal permulaan sudah diperkenalkan cerminan diri yang sesungguhnya. Bentuk sebuah kesadaran bahwasannya pernikahan dan perkawinan adalah wujud ibadah sepanjang masa dan penyatuan dua insan dalam menghadapi bahtera kehidupan. Tidak serta merta perkawinan menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar insan yang awam terhadap biduk kehidupan yang begitu luas.

Taaruf bukan hanya memperkenalkan diri dengan karakter pada calon pasangan hidup. Taaruf lebih mengkerucut pada pemaknaan terhadap konsep menjalani kehidupan rumah tangga yang lebih mendalam, mulai dari pelajaran akan hak dan kewajiban, sistem hubungan rumah tangga pada lini horizontal, vertikal, diagonal dan silang lini yang besar kemungkinan akan terjadi. 

Hal ini dapat ditarik benang merah maknanya melalui kisah perjalanan dua insan. Mengenal sisi fisik perlu, tetapi sisi batin juga penting. Dari sini akan muncul istilah yang awam dimengerti tentang jodoh sejiwa. Dimana jiwa satu dengan yang lainnya sudah terjalin pertautan. Saling menaruh keyakinan kepada Yang Maha Kuasa lebih dekat sedekat urat nadi, sedekat napas diatas kerongkongan.

Dua bagian insan yang menyatu berupa jiwa dan raga. Pentingnya dalam proses taaruf mengetahui keberadaan jiwa masing-masing. Seperti fenomena gunung es ditengah lautan yang luas, dimana bagian puncaknya saja yang terlihat. Tanpa manusia menyelami bagian terdalamnya takkan mengerti apa yang ada didalam lautan itu. Bagian yang terpendam ini tidak terlihat secara kasat mata karena perspektif pandangan mata yang terhalang bahkan tertutup oleh sebuah harapan.

Menyingkap tabir yang menyelimuti begitu tebal harus menggunakan kacamata tembus pandang dengan konsep taaruf penyatuan dua lingkaran insan. Sisi jiwa mampu dipahami dengan jiwa pula. Sisi rasa mampu dirasakan dengan rasa pula. Sisi penyatuan dapat dirasakan dengan konsep manunggal bersama Tuhan Yang Maha Kuasa. Taaruf yang sebenarnya adalah kedekatan kita dengan diri kita. Perasaan tak pernah sama, tetapi rasa bisa menyamakan unsur perbedaan. Penjembatan yang paling terlihat adalah keterlibatan kekuatan rasa. Manusia dengan segala bekal kehidupan berupa jiwa dan raga yang melekat dapat bertaruh dengan rasa dan menjauhkan dari prasangka.

Taaruf bukan hanya momentum memahami orang lain, tetapi lebih bermakna untuk diri sendiri serta cara kita memperlakukan diri sendiri. Dari proses taaruf, manusia akan diberikan proyeksi keberhargaan diri ini untuk Yang Maha Kuasa. Jika karena jodoh menjadikan manusia lupa jalan pulang, maka pengingat yang paling mudah dicerna berupa wujud kasih Yang Maha Kuasa dalam bentuk kesedihan, kebahagiaan, dan segala bentuk kebaikan agar terus menyerukan asma-Nya dalam kehidupan. Nikmatilah segala proses kehidupan yang terjadi didalam kehidupan ini dengan segala rasa syukur. Berhasil dan gagalnya setiap proses utamanya percintaan adalah bentuk kasih Allah dalam wujud lain yang harus dipahami dengan segala kelapangan diri.

Salam,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline