Lihat ke Halaman Asli

Sri Patmi

Bagian Dari Sebuah Kehidupan

Narasi Kehidupan Sri Patmi: Daging Bangkai Pemakan Suara

Diperbarui: 8 Desember 2020   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sedari dulu sudah kukatakan, jangan bermain dengan api! Kamu masih saja membangkang. Dibiarkan berkali-kali, malah mencoba lagi. Sudahlah kamu rasakan saja api itu membakar diri. 

Dari situ kamu akan belajar. Aku bukan raja tega yang membiarkanmu terkapar begitu saja. Jika mau ditanya, seberapa besar kepedulianku terhadapmu? 

Teramat besar mengalahkan dinginnya api. Kamu sudah merasakan betapa dingin api itu akhirnya membuatmu menggigil. Aku pinjamkan selimut jarik untukmu. Tenang saja! Ini bukan kain penutup jenazah yang mati. Kau itu jenazah yang hidup. Masih bernapas menikmati udara melalui rongga dadamu. 

Kain mori juga sudah aku siapkan jika kau mau! Aku itu tak butuh lafadzmu yang terus berucap tentang kematian. Syukur saja kamu masih diberikan napas meski senin kamis. 

Sesaknya kini sudah mewakili sesaknya dunia yang dipenuhi dengan kepentingan diri. Jika kamu saja merasakan satu butir nyalanya terasa hampir mati, bagaimana dengan bumiku yang tiap hari kaucucuri dengan ribuan kotoran keserakahan. Dikeruk terus isinya. 

Dimakan terus hasilnya. Lupa untuk membiarkan sedikit yang kau makan itu dimakan oleh bumiku ini. Ini bukan masalah budaya atau ideologi yang tidak bisa dijamah. 

Ini perkara bagaimana caramu memuliakan segala yang kaumiliki saat ini. Sayang sekali, kehidupan ini cuma kamu isi dengan kotoran-kotoran perut. 

Padahal jika dikaji lebih dalam lagi, essensi dari kedua organmu ini sangat penting. Antara perut dan rongga dada. Mari kita coba bersama! Saat makan, bernapas dan berbicaralah! 

Apa yang akan kaurasakan saat itu juga? Tersedak. Sudah pasti. Kamu masih hidup saja beruntunglah kamu! Kebaikan Tuhan masih selalu bersamamu. Bayangkan jika makanan itu masuk dalam alveolusmu. Memenuhi kantong udara hingga tak muat lagi udara itu ada didalamnya. 

Meskipun makanan dan udara itu melewati satu pangkal yang sama yaitu tenggorokan. Mereka sama-sama berpisah dibawah kerongkongan. Udara yang masuk menjadi kotoran karbondioksida yang keluar lagi melalu hidung. 

Sedangkan kotoran perut keluar melalui lubang anus. Bagaimana dengan udara yang keluar dari lubang anus? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline