Lihat ke Halaman Asli

Yunny Rahayu Bukan Kriminal

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

141456760365393015

JBMI gelar aksi tuntut pembebasan dan pencabutan dakwaan

(Hong Kong, 28 Oktober 2014) Sekitar 40 orang Buruh Migran Indonesia dan lembaga pendukungnya menggelar aksi piket di depan kantor Konsulat RI di Hong Hong menuntut pembebasan dan pencabutan dakwaan “penipuan dan penggelapan” terhadap Yunny Rahayu, seorang calon buruh migran ke Hong Kong yang gagal terbang karena harus merawat bapaknya yang sakit hingga meninggal.

“Yunny bukan kriminal tapi korban kemiskinan dan keterpaksaan. Dia ditangkap, ditahan dan dituntut penjara 1.6 tahun atas kerugian yang dialami PPTKIS karena telah memberinya uang saku tunai sebesar Rp. 4 juta. Sungguh tidak adil!” jelas Sringatin di tengah orasinya.

Yunny (37 tahun) mendaftar ke PT. Maharani Tri Utama Mandiri (PT. MTUM) di Semarang, Jawa Tengah untuk bekerja sebagai PRT di Hong Kong. Karena tidak memakai jasa sponsor, maka Yunny diberi uang saku tunai sebesar Rp. 4 juta dan biaya paspor biometrik sebesar Rp. 2.5 juta namun tidak pernah diberikan padanya. Sebagai bukti, Yunny disuruh menandatangani surat serah terima telah menerima uang sebesar Rp. 6.5 juta.

Baru 25 hari training, Yunny terpaksa minta ijin cuti untuk menengok Bapaknya yang sakit parah. Naasnya, ketika itu rumah sang Bapak tergusur proyek pelebaran rel kereta api sehingga harus mengungsi ke rumah keluarga Yunny. Pada satu hari, Bapak mencoba ke kamar mandi sendiri tapi terjatuh dan harus dirawat di rumah sakit. Yunny meminta perpanjangan cuti lagi.

Di bulan Maret 2014, Yunny diberitahu kalau visa kerjanya di Hong Konf telah turun dan akan segera dibelikan tiket. Padahal dia belum pernah menandatangani kontrak kerja. Yunny minta keberangkatannya diundur tapi ditolak dan diberi surat berisi tagihan sebesar Rp. 19,250,000 yang harus dibayarnya. Tanggal 8 Juni 2014, M. Ridwan dari Kapolres Semarang menangkap Yunny dan menahannya di LP Bulu Semarang hingga sekarang.

“Banyak kejanggalan dalam kasus Yunny. Pertama, UUPPTKILN No. 39/2004 dan perjanjian penempatan yang ditandatangani Yunny dengan PT. MTUM menyatakan konflik harus diselesaikan secara musyawarah atau melalui Disnaker setempat, tapi mengapa Yunny tiba-tiba diperlakukan layaknya penjahat? Kedua, mengapa Kapolres Semarang mau begitu saja disuruh PT. MTUM untuk penagih dan bahkan terlibat dalam kasus ini dengan menangkap Yunny tanpa investigasi terlebih dulu? Ketiga, mengapa Disnaker/BNP3TKI/Kepolisian tidak menginvestigasi dan menangkap PT. MTUM yang memalsu tanda tangan Yunny dan membuat rincian biaya keberangkatan yang tidak benar? Keempat, mengapa Pengadilan Negeri Semarang menolak ajuan Yunny menunggu sidang diluar dengan jaminan meski tuntutan sudah diturunkan dari Rp. 19.250.000 menjadi Rp. 6.5 juta?” tambah Sringatin.

Sringatin menduga adanya kolusi antara PT. MTUM, oknum di Kapolres dan Pengadilan Negeri Semarang. Kasus Yunny yang didampingi LBH Mawar Saron Semarang ini telah dipersidangkan selama beberapa kali dan vonis hukuman akan dibacakan pada hari Kamis, 30 Oktober 2014, mendatang. Akibat kasus ini, anak pertama Yunny berhenti sekolah sedangkan suaminya yang cuma pekerja toko harus pontang-panting.

“UUPPTKILN No. 39/2004 dalang dari penderitaan Yunny dan buruh migran lainnya. PPTKIS diberi kuasa penuh sedangkan kami hanya diperlakukan seperti barang dagangan. Mereka kebal hukum, kami yang selalu rugi dan menderita” tegas sringatin.

Sringatin menambahkan pengalaman Yunny tidak terjadi pada buruh migran lain yang gagal terbang, gagal melunasi potongan biaya penempatan atau masalah-masalah lain yang merugikan PPTKIS.

“Kami menuntut janji Bapak Jokowi untuk melindungi buruh migran dan keluarganya. Maka buktikan dengan membebaskan Yunny dari penjara dan melepaskan seluruh buruh migran dari cengkraman PPTKIS. Karena kami adalah buruh dan bukan budak” tutup Sringatin di akhir orasinya.

Turut hadir perwakilan dari Asia Pacific Mission For Migrant (APMM), Asian Migrants Coordinating Body (AMCB) dan beberapa lembaga pendukung buruh migran di Hong Kong. Aksi solidaritas ini ditutup dengan penyerahan petisi dukungan untuk pembebasan Yunny Rahayu kepada Presiden Indonesia Bapak Joko Widodo yang diserahkan melalui Konsulat RI di Hong Kong.

[caption id="attachment_350630" align="alignleft" width="150" caption="Aksi JBMI "][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline