Lihat ke Halaman Asli

Sri Muhkti

Generasi bangsa dengan semangat tanpa ujung

"Desa Sadar Kerukunan" di Kecamatan Pantai Cermin Serdang Bedagai

Diperbarui: 13 April 2021   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Belakangan ini masih kita lihat gesekan antar umat beragama khususnya di kabupaten Serdang bedagai(sergai) kita masih ingat kasus akun Sun Gokong. Indra darma alias acong warga sialang buah. Kecamatan Teluk Menggkudu yang menjadi geger umat islam. Pasalnya dalam videonya beliau melecehkan agama islam dengan kata-kata yang tidak pantas. Pada hari jumat tanggal 5 maret 2021 masyarakat kecamatan pantai cermin mengadakan suatu acara yang diberi nama "desa sadar kerukunan". Acara tersebut merupakan pertemuan antar tokoh agama dan beberapa perwakilan masyarakat. Acara tersebut diadakan di depan kantor kepala desa pantai cermin, kecamatan pantai cermin.  Tujuan pertemuan tersebut untuk mempererat persaudaraan antar warga masyarakat dan keutuhan negara kesatuan Indonesia pada umumnya. Apalagi dengan adanya isu belakangan ini jangan sampai masyarakat terpecah belah dengan adanya isu yang marak belakangan ini. Aacara tersebut di selenggarakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan pantai cermin bekerja sama dengan kepala desa, Mahasiswa fakultas ushuluddin Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) yang magang di Kantor urusan agama kecamatan pantai cermin ikut serta dalam mensukseskan acara tersebut. masyarakat yang hadir cukup menunjukkan keantusiasan mereka dalam acara ini dan begitu juga dengan tamu undangan yang ikut serta dalam acara tersebut.

Dalam pidatonya ketua majelis ulama Indonesia (sergei) H.Hasful Huzmah menjelaskan "kalau kita tidak tau akan ajaran agama yang lain. Jangan bicara apalagi berdebat. Saya juga menghimbau agar kita hindari perpecahan , kalau yang tidak kita pahami jangan kita mincing-mancing untuk berdebat. Kalau rasa ingin tahu kita masih tinggi bagus kita tanya." Ujarnya. Desa pantai cermin kiri menjadi tempat ikrar kerukunan antar umat beragama.

Dokpri

Bagi para penyuluh agama sebagai pelayan publik, maka fenomena keragaman budaya mengharuskan para penyuluh memahami pengetahuan dan kesadaran multikultural, sehingga memiliki kompetensi dalam menghadapi perbedaan, sekecil apapun perbedaan kelompok binaannya. Penyuluh perlu meningkatkan persepsi mereka, mencukupkan diri dengan pengetahuan tentang keragaman budaya, memahami adanya bentuk-bentuk diskriminasi, stereotip dan rasisme yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. 

Dalam masyarakat multikultural, para penyuluh diharapkan dapat menjadi fasilitator perubahan dan ahli dalam mengatasi konflik dan melakukan konsultasi kepada pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan keharmonisan kelompok binaannya. Dalam hasil penelitian sebuah jurnal diklat keagamaan pada tahun 2019 oleh Agus Akhmadi yang berjudul Moderasi Beragama dalam keragaman Indonesia mengatakan  Dalam kehidupan multikultural diperlukanpemahaman dan kesadaran multibudaya yang menghargai perbedaan, kemajemukan dan sekaligus kemauan berinteraksi dengan siapapun secara adil. Menghadapi keragaman, maka diperlukan sikap moderasi, bentuk moderasi ini bisa berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. 

Sikap moderasi berupa pengakuan atas keberadaan pihak lain, pemilikan sikap toleran, penghormatan atas perbedaan pendapat, dan tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan. Diperlukan peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan para penyuluh agama untuk mensosialisasikan menumbuh kembangkan wawasan moderasi beragama terhadap masyarakat Indonesia untuk terwujudnya keharmonisan dan kedamaian.

Dokpri

salah satu ancaman terbesar yang dapat memecah belah sebagai sebuah bangsa adalah konflik yang berlatar belakang agama, apalagi sampai menggunakan kekerasan. Bagaimanapun, agama bagi setiap pemeluk fanatiknya diterima sebagai hal yang suci, mulia, sakral, dan keramat. Walaupun pada hakikatnya agama hadir ke muka bumi membawa kemaslahatan bagi umat manusia, tapi ia akan bisa menampakkan wajahnya yang berbeda bila diejahwantahkan dengan semangat fanatis dan penuh emosi. Alihalih membawa kebaikan, pemeluk agama yang fanatis bisa terjebak pada sikap yang menyalahi semangat beragama itu sendiri.

Dokpri

M. Quraish Shihab dalam masterpiece-nya, Tafsir Al-Mishbah, ketika menafsirkan Surah al-Baqarah ayat 143 menyebutkan bahwa umat Islam dijadikan umat pertengahan moderat dan teladan, sehingga dengan demikian keberadaan umat Islam adalah dalam posisi pertengahan. Posisi pertengahan menjadikan manusia tidak memihak ke kiri dan ke kanan dan dapat dilihat oleh siapapun dalam penjuru yang berbeda, hal ini mengantarkan manusia berlaku adil dan dapat menjadi teladan bagi semua pihak (Shihab, 2000, Vol. I, hal. 325).

Referensi

Judul Buku : Moderasi Beragama Penulis : Tim Penyusun Kementerian Agama RI ISBN : 978-979-797-386-5 Tebal : xiv+162 hlm Cetakan : Kedua, November 2019 Penerbit : Kementerian Agama RI, Jakarta Pusat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline