Negeri kita sebenarnya bisa dikatakan sebagai surga bagi produk hortikultura. Namun sayang, predikat surga tersebut tampaknya kurang dioptimalkan. Justru kebijakan impor hortikultura dibuka selebar-lebarnya hingga memenuhi pasar.
Istilah Hortikultura berasal dari bahasa Yunani, dari kata hortus dan culture. Hortus memiliki arti tanaman kebun. Sedangkan culture atau colere berarti budidaya. Secara sederhana pengertian hortikultura adalah budidaya tanaman kebun yang meliputi sayur dan buah-buahan.
Indonesia mestinya menjadi surga hortikultura, karena segala jenis sayur-sayuran dan buah-buahan bisa tumbuh subur. Namun apa yang terjadi hingga saat ini masih banyak pekarangan rakyat yang dibiarkan kosong.
Kenapa tidak digunakan sebagai tanaman kebun. Kenapa pemerintah kurang mendukung masyarakat agar hortikultura tumbuh lebat di sekitarnya.
Produk hortikultura impor mulai membanjiri pusat perbelanjaan hingga pasar tradisional, Buah impor semakin mengisi meja makan.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah memutuskan untuk tidak lagi menerapkan syarat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI) untuk komoditas hortikultura.
Seperti terlihat dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 7/2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Keputusan tersebut diambil pada tingkat menteri setelah adanya keluhan pelaku usaha yang sulit mendapatkan RIPH dari kementerian/lembaga terkait.
Sekadar catatan, RIPH adalah keterangan tertulis yang menyatakan produk hortikultura memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Surat ini diterbitkan otoritas pertanian agar importir dapat meneruskannya ke otoritas perdagangan guna mendapatkan persetujuan impor.