Amerika punya Taylor Swift, Maroon 5 dan Bon Jovi. Di belahan dunia lain, Korea Selatan (Korsel) juga memiliki nama besar yang tidak kalah populernya seperti BTS, Hyuna dan Girls' Generation.
Korean pop atau dikenal dengan istilah K-pop telah mendunia, tidak hanya di benua Asia, tapi juga di benua Eropa dan Amerika.
Di tahun 2016 pendapatan K-pop dari pasar global mencapai rekor sebesar US$4,7 milyar atau sekitar Rp66,8 triliun. Pendapatan ini memberi stimulus luar biasa untuk ekonomi Korsel. Ekspor komoditas budaya dan konsumen naik setidaknya 2% lebih tinggi dari total pertumbuhan ekspor negara tersebut.
Sebagai ekonom dan juga musisi, saya akan membahas faktor-faktor di balik kesuksesan K-pop. Ulasan ini bisa digunakan oleh Indonesia ataupun negara lain dalam mengembangkan industri musik di negara masing-masing.
Kesuksesan K-pop tidak terjadi secara kebetulan. Kesuksesan ini terjadi karena pemerintah berhasil secara efektif menerapkan teori pertumbuhan makroekonomi dalam mendukung perkembangan K-pop. Industri musik di Korsel bertumbuh secara maksimal sejalan dengan pengembangan tiga hal penting yang menjadi titik berat dari teori tersebut, yaitu: sumber daya penunjang, sumber daya manusia, dan teknologi.
Setelah krisis moneter Asia 1998, pemimpin Korsel mengambil langkah strategis dalam memakai musik untuk membangun citra dan dampak kultural negara tersebut. Pemerintah Korsel mengalokasikan jutaan dolar untuk membentuk kementerian kebudayaan dengan satu departemen khusus untuk K-pop.
Satu daerah di Seoul yang bernama Chang-dong dikembangkan untuk menjadi pusat K-pop. Gedung konser, studio rekaman, galeri seni, restoran, dan toko ritel dibangun di distrik tersebut untuk menopang pertumbuhan K-pop. Pembangunan gedung pertunjukan Seoul Arena terus berlangsung dan akan selesai tahun 2020. Gedung ini akan menjadi gedung pertunjukan seni terbesar di Korsel dengan kapasitas tempat duduk 20.000 orang.
Pada akhirnya, demam K-pop benar-benar mendunia. Kendala bahasa tidak menjadi penghalang bagi penggemar K-pop dari mancanegara untuk menikmati lagu-lagu K-pop di dalam bahasa Korea.
Fenomena budaya ini berdampak signifikan untuk menaikkan pamor produk-produk Korsel. Pengaruh K-pop berdampak positif untuk industri Korsel yang lain, terutama industri pariwisata dan manufaktur.
Sebuah penelitian dari Universitas London memperkirakan bahwa Korsel mendapat $5 untuk setiap $1 yang diinvestasikan dalam pengembangan K-pop. Hal ini dimungkinkan karena dari apa yang dihasilkan dari penjualan musik berpengaruh juga terhadap penjualan produk Korsel yang lain seperti ponsel atau televisi dari Samsung dan LG
Dalam pengembangan sumber daya manusia, tiga perusahaan rekaman di Korsel (SM,YG, dan JYP Entertainment) menjadi yang terdepan dalam penggalian bakat idola K-pop. Bakat-bakat ini digembleng secara menyeluruh selama beberapa tahun sebelum memulai karir mereka di industri musik. Pelatihan yang diberikan tidak hanya mencakup menyanyi atau menari, namun juga penguasaan bahasa asing dan komunikasi publik.