Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum dalam Perspektif Pembangunan Infrstruktur dan Proses Perizinan Investor
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja No. 11/2020
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang tertuang dalam UU No 2 Tahun 2012 diatur dalam UU Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum ("PP 19/2021"), kembali diatur dalam perubahan yang dituangkan dalam UU Cipta Kerja. Perubahaan ini memperluas instrumen pengadaan tanah untuk kepentingan umum terhadap Kawasan Industri Hulu dan Hilir Minyak dan Gas yang diperakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Kawasan Ekonomi Khusus, industri, pariwisata, ketahanan pangan dan/atau pengembangan teknologi yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah.
Peran Kementerian Agraria dalam pembuatan perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Ps. 14). Konsultasi Publik terkait Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum juga diubah dengan kewajiban untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana dari Pengelola dan Pengguna dari Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah, yang sebelumnya hanya melibatkan pihak yang berhak. Konsultasi ini dilaksanakan dengan masyarakat yang terdampak di tempat rencana pembangunan.
UU Cipta Kerja juga mengatur bahwa terhadap tanah dengan luas tidak lebih dari 5 (lima) hektare, konsultasi publik dapat dilakukan secara langsung antara instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak dengan penetapan lokasi hanya dilakukan oleh bupati/wali kota. Pasal 34 UU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan mengenai Nilai Ganti Kerugian. Saat ini, besaran ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian penilai diatur bersifat final dan mengikat. Terkait dengan ganti kerugian, UU Cipta Kerja juga memperkuat peran lembaga konsinyasi (penitipan) Pengadilan sehingga proses pembayaran ganti kerugian menjadi lebih jelas dan mudah.
Dengan diterapkannya perubahan-perubahan terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini, maka proses pembangunan infrastruktur diharapkan menjadi lebih mudah dan memberi manfaat bagi seluruh stakeholder dalam proses pembangunan infrastruktur.
UU Cipta Kerja Terhadap Pengadaan Tanah Proyek Infrastruktur
Masalah yang dalam pembangunan infrastruktur.
Permasalahan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bendungan atau waduk, serta fasilitas lainnya adalah pengadaan tanah. Pembangunan infrastruktur yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia ini membutuhkan tanah, sehingga mekanisme pengadaan tanah memegang peran penting dalam mendukung pembangunan infrastruktur nasional.
Ketentuan mengatur pengadaan tanah sudah ada sejak tahun 1990-an. Pada tahun 1993, guna menjalankan kegiatan pengadaan tanah, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kemudian pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum.
Dalam pelaksanaannya, pengadaan tanah masih banyak yang tidak tuntas. Ada jalan tol yang belum tersambung di satu lokasi, selain itu pengadaan tanah juga menimbulkan konflik pertanahan. Penilaian ganti kerugian tanah milik masyarakat juga masih berbasis Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh Pemda setempat, yang nilainya jauh dari market price, sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat.