Jangan dikira yang bisa mengalami Post Holiday Blues (PHB) hanya orang kantoran saja, penjual bubur pun bisa mengalaminya.
PHB memang menjengkelkan. Maksudnya mau lebih fresh ketika bekerja lagi setelah liburan, malahan malasnya jadi kebangetan. Sepertinya para PHB-ers tidak bekerja ditempat impian.
Iya-lah, kalau memang pekerjaannya pas dengan yang diidam idamkan, mungkin mereka gak mau ambil liburan. Maunya kerja terus.
Yang tidak mau liburan barangkali jabatan sudah setinggi gunung wewenangnya seluas samudera. Dapat gaji segede gaban dengan fasilatas ala sultan. Atau, jangan jangan ada sosok idaman yang setiap hari menjadi mimpi indah ketika tiduran atau tidur beneran. Gebetan, pacar atau selingkuhan?
Maka, sial-lah orang orang yang bekerja hanya karena tuntutan hidup. Orang orang macam itulah yang paling gampang terkena virus PHB. Pinginnya libur tapi uang tetap masuk teruss. Dasar pemalas.
Kata para orang asing yang kerja disini " Orang Indonesia kalau makan keringatan tapi pas kerja gak keluar keringat sama sekali". Itu sindiran halus untuk bangsa kita yang sering malas malasan saat kerja.
Dan, orang seperti itu buanyakk, termasuk saya.
Orang warungan yang berdikari rentan terkena virus PHB juga.
Kami memang bisa liburan kapan saja, dengan durasi seenaknya tanpa cuti dan nunggu transfetan THR. Namun kalau liburannya kelamaan, dompet ini pasti menjerit jerit minta diisi. Saya bisa bisa seperti yang diistilah pejabat BI (Bank Indonesia); salah satu korban yang hidup dari makan tabungan.
Tapi, orang BI sepertinya harus dislepet, ngomongnya kurang benar. Dalam kondisi ekonomi sulit ini, kebanyakan orang warungan hidupnya kembang kempis. Boro boro punya tabungan, bisa balik modal saja sudah bersyukur.