Lihat ke Halaman Asli

Sri Fatmawati

Guru Bahasa Indonesia dan Cerpenis

Sembuh dari Luka

Diperbarui: 13 Mei 2023   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: pinterest

Mataku mengawang lagi, mengalahkan awan-awan putih yang kebetulan tertimpa sinar matahari dari ufuk barat. Angin musim kemarau mengayunkan hamparan padi-padi di depannya membentuk ombak-ombak kuning keemasan. Berbeda dengan pemandangan itu, dadaku bergemuruh hebat seolah ada badai di dalamnya. Pikiran baik dan buruk melaju datang bergantian sedemikian cepatnya. Apakah benar ia sudah tidak mencintaiku lagi? Apa benar perasaan menggebu-gebu itu telah hilang di kala rasaku sudah berada di puncaknya? Ah, atau bisa jadi ia sedang bosan saja tapi tidak mau bilang.

                Sudah pukul setengah lima, ia bilang akan menemuiku di balkon kosan pukul empat. Menunggu setengah jam memang selama itu kah? Tak selang berapa saat setelah prasangka-prasangka buruk itu menghantui, suara motor matic khas miliknya menderu berhenti tepat di bawah. Tentu aku dengan kalutnya pikiranku tak akan mau menyambutnya, biar saja ia menghampiriku, ia pun pasti tahu tempat favoritku di kosan. Tepat dugaanku, derap langkah kaki yang sedang menaiki tangga terdengar semakin jelas di belakangku.

                Ia melempar sembarang tas selempang kecilnya di meja seraya menghempaskan badannya di sofa tepat sebelahku. Aku mendengar suara helaan nafasnya, benar-benar terdengar sangat menyebalkan.

                "Terlambat setengah jam, ngapain aja sih?" gerutuku begitu ketus tanpa menoleh ke arahnya sama sekali.

                "Tadi di pom bensin ngantri panjang, jadi lama," balasnya datar tanpa tersulut amarah, "bisa ngga sih kita ngobrolin ini dengan kepala dingin?" tanyanya seolah menyudutkanku.

                Kali ini aku benar-benar menoleh, menatapnya dengan penuh kesal "kamu bilang apa waktu di chat? Aku yang beda? Ga mikir? Ngaca dong, kamu yang beda tau akhir-akhir ini!" aku mulai mengungkit permasalahan yang sempat tertunda.

                "Beda gimana maksud kamu?"

                "Sekarang kamu lebih dingin, ga kaya dulu waktu kita awal pacaran."

                "Emang mau kamu kayak gimana? Aku bener-bener lagi capek sama hidup, jangan nambah-nambahin beban hidupku, deh."

                "Oh? Jadi aku beban buat kamu? Sekarang gini deh, mana yang kata kamu akan selalu jadi orang pertama yang mau melindungi aku, mana yang katanya mau jadi orang yang selalu jadi orang pertama untukku, dan mana yang katanya mau jadi penuntun buat aku. Aku sekarang lagi kehilangan arah, tapi sesederhana ngasih kabar aja, masih harus aku tanyain." Suaraku mulai bergetar, mataku mulai panas dan air mulai menggenang di pelupuk mata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline