Lihat ke Halaman Asli

Sri Endah Mufidah

Guru PAI di Pemkab Blitar

Kebijakan Pemerintah tentang Bantuan Biaya Pendidikan, Apakah Sudah Merata?

Diperbarui: 30 Juli 2022   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: bontangpost.id

Satu hal yang selalu menjadi pemikiran tersendiri bagi para orang tua adalah keinginan untuk bisa membiayai sekolah anak-anaknya setinggi-tingginya dengan tujuan ketika satu hal terjadi nanti (baca: orang tua meninggal dunia) anak-anak yang ditinggalkan sudah dalam keadaan mapan secara finansial.

Membiayai sekolah dan kuliah anak membutuhkan dana yang tidak sedikit  serta  jangka waktu yang sangat panjang. Membutuhkan  waktu minimal  16 tahun untuk melihat anak-anak selesai pendidikannya. Dimulai dari tingkat pre school, Sekolah Dasar, Sekolah menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan perguruan Tinggi.

Memang, lulus pendidikan tinggi bukan jaminan untuk bisa mendapatkan pekerjaan bagus, tetapi setidaknya, dengan sekolah tinggi, kita sudah cukup memberikan bekal bagi anak-anak kita, minimal memiliki pengalaman yang lebih dibanding dengan yang hanya mengenyam pendidikan tingkat dasar.

Melihat kenaikan biaya sekolah dan kuliah yang semakin merangkak, memang harus ada perencanaan sejak anak tersebut masih kecil. Tetapi, menyisihkan sebagian gajipun bukanlah hal yang mudah dilakukan terutama bagi orang dengan penghasilan yang pas-pasan serta gaji yang tidak menentu.

Bagi sebagian orang dengan besaran gaji yang pas-pasan, uang akan habis untuk keperluan jangka pendek seperti kebutuhan sehari-hari saja. Bagaimana akan menyisihkan untuk deposit biaya kuliah, sedangkah untuk keperluan sehari-hari saja sangat minim.

Saat ini, beasiswa kuliah terbuka lebar bagi orang dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Banyak program pemerintah yang sangat memihak kepada rakyat ekonomi lemah (baca: miskin). 

Kita lihat ada PKH (Program Keluarga Harapan), PIP (Program Indonesia Pintar), BKSM (Bantuan Khusus Siswa Miskin), KPS (Kartu Perlindungan Sosial), beasiswa bidik misi dan lain-lain. Lantas bagaimana nasib orang dengan tingkat ekonomi yang sedang-sedang saja? Mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas tersebut, padahal secara finasial mereka tergolong lemah.

Ada satu hal yang baru saya alami. Sebagai seorang guru, naluri saya untuk bisa membantu biaya pendidikan peserta didik saya sangatlah besar. Karena saya tidak bisa membantu secara materi, maka saya mengusahakan dan mengusulkan salah satu peserta didik saya untuk bisa mendapatkan bantuan pemerintah. 

Tetapi, seperti biasa, karena ada satu poin persyaratan yang berbunyi harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari desa atau kelurahan, maka pupuslah harapan saya untuk bisa membantu, karena sekarang, desa dan kelurahan tidak diperbolehkan membuat surat keterangan tidak mampu kalau keluarga tersebut belum tercatat atau terdata sebagai MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). 

Menurut kaca mata saya, banyak warga yang berpenghasilan rendah tetapi belum masuk data MBR. Setahu saya, ada kriteria sebuah keluarga digolongkan keluarga tidak mampu, seperti keadaan rumah, rekening listrik, juga seberapa sering keluarga tersebut mengkonsumsi daging.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline