sumber gambar:https://bincangsyariah.com/
Setiap kali Ramadhan tiba, satu hal yang tidah pernah terlupa adalah kisah masa kecil ketika masih berada di bangku Sekolah Dasar (SD).
Meskipun bukan lingkungan pesantren, tetapi, kampung tempat tinggalku termasuk lingkungan yang religius. Nuansa keagamaannya sangat kental sekali. Nuansa keagamaan tercermin dari cara berpakaiannya. Baik laki-laki maupun perempuan harus berbusana muslim sepanjang hari. Yang laki-laki berpakaian koko putih serta bersarung, sedangkan yang perempuan menggunakan gamis sepanjang kegiatan. Karena sarung harus dipakai setiap hari, sudah selayaknya mereka memiliki sarung lebih dari satu, agar bila satu dicuci, masih memiliki sarung yang lain. Sarung al hazmilah yang menjadi pilihan. Meskipun harganya tidak terlalu mahal, tetapi kualitas produknya tidak kalah dengan sarung tenun lainnya.
Apabila Ramadhan tiba, nyaris setiap hari berkumandang suara orang sedang bertadarus Al-Qur'an sepanjang hari, baik dari mushalla maupun masjid. Dimulai sehabis shalat subuh sampai menjelang shalat zuhur. Ada jeda sebentar, dan mulai lagi selepas shalat asar sampai dimulainya kegiatan buka bersama menjelang azan maghrib.
Televisi, gadget maupun permainan yang "berbau" elektronik belum ada saat itu. Listrikpun masih bersumber dari kincir air yang merupakan hasil swadaya warga desa. Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum masuk desa, jadi televisipun hanya pada jam-jam tertentu bisa dinyalakan, karena keterbatasan sumber energi.
Ditambah lagi, dulu, liburan puasa hampir satu bulan penuh. Jadi anak-anak sekolah tidak masuk sekolah, sehingga mereka bisa diberdayakan untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat selama bulan puasa.
Masjid dekat tempat saya tinggal, tersedia dua kamar tempat bermukimnya marbot masjid. Yang satu kamar khusus untuk anak laki-laki, letaknya ada di serambi masjid. Sedangkan yang satu kamar, biasa digunakan anak perempuan, letaknya satu lokasi dengan "ndalem"nya bu nyai. Kamar ini, untuk hari-hari biasa tidak pernah ditempati.
Meskipun tidak ada jadwal tertulis dan terprogram, tetapi semua anak seusia saya, baik laki-laki mapun perempuan selalu "mondok" di sini selama bulan puasa. Yang bertindak sebagai ustadz adalah kakak-kakak yang sudah dewasa yang biasa tinggal di "ndalem"nya bu nyai, disamping ada juga bu nyai dan pak kyai juga.
Kegiatan sehari-hari dimulai sejak jam setengah 3 pagi dengan kegiatan makan sahur bersama. Untuk makan sahur, kami membawa bekal masing-masing dari rumah, karena rumah kami hanya ada disekitar masjid. Ketika makan sahur, kami terbiasa untuk bertukar lauk pauk dengan sesama teman. Selesai makan sahur barsama, pak kyai mengajak kami semua untuk beriktikaf (berdiam diri, bermunajat dan berzikir dimasjid) sampai masuk waktu imsak. Setelah masuk azan subuh, kami shalat berjamaah dan setelah berzikir, dilanjutkan dengan kuliah subuh. Kuliah subuh biasanya diisi dengan mengaji kitab kuning.
Selesai kuliah subuh, dilanjutkan dengan bertadarus bersama sampai sekitar jam setengah tujuh. Acara ro'an (kerja bakti dan bersih lingkungan) dilaksanakan setiap hari, usai tadarus pagi. Mulai dari mengepel masjid, membersihkan halaman masjid, membersihkan kamar dan lain-lain.