Lihat ke Halaman Asli

Sridhani Dewika

Universitas Airlangga

Akankah Tren Thrifting Dapat Menjadi Solusi dari Fast Fashion?

Diperbarui: 26 Desember 2024   02:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Fast Fashion [Sumber: shutterstock]

Globalisasi telah mendorong munculnya perkembangan teknologi baru di dunia industri yang menyebabkan pakaian siap pakai dapat diproduksi secara massal dengan biaya rendah sehingga pakaian dapat dijual dengan harga yang murah. Seiring dengan hal tersebut, permintaan pasar pun akan bertambah. Sebab secara alami, apabila harga sebuah barang mengalami penurunan, maka pola konsumsi juga akan berkembang. Harga yang lebih rendah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas suatu barang yang kemudian mengakibatkan barang tersebut pada akhirnya tidak bertahan lama dan mudah rusak. Fast fashion merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kejadian tersebut. 

Saat ini, peradaban kita telah menjadi konsumerisme. Gadis-gadis yang tidak pernah puas dalam hal fashion, utamanya dalam mengikuti tren setiap musim, menjadi target utama dari para pelaku industri pakaian. Kita hampir tidak menyadari terjadinya gaya konsumerisme karena hal tersebut terjadi begitu alami dalam masyarakat dengan mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Mirisnya, gaya konsumerisme yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan sikap preventif. Akibatnya, dampak dari sektor fashion terhadap lingkungan global perlahan dirasakan, mulai dari kerusakan lingkungan hingga masalah kesehatan. Masyarakat yang peduli akan permasalahan ini pun mulai mencari cara untuk menciptakan fashion yang berkelanjutan. 

Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas thrifting mulai menjadi tren di kalangan gen z. Thrifting adalah aktivitas membeli atau mencari barang-barang bekas dengan tujuan untuk dipakai kembali. Euforia yang didapatkan apabila menemukan pakaian layak pakai dengan harga yang sangat terjangkau menjadi salah satu motivasi para gen z melakukan kegiatan thrifting. Internet memainkan peran penting dalam mempopulerkan istilah ini. Munculnya akun media sosial populer yang menampilkan temuan belanja barang bekas mendorong masyarakat untuk melakukan hal serupa. Akan tetapi, munculnya thrifting mungkin dapat menjadi penyebab praktik pengeluaran akhirnya bergeser ke arah kuantitas daripada kualitas. Mengapa demikian? 

Menurut Nandhita Nair dalam artikelnya yang berjudul Rise of Thrifting: Solution to Fast Fashion or Stealing from the Poor?, mendapatkan barang murah di toko barang bekas dapat berkontribusi pada kebiasaan tidak merawat barang-barang yang kita beli. Hal ini dikarenakan harga pakaian yang murah membuat kita melakukan pembelian lebih banyak tanpa memikirkan apakah kita memerlukan pakaian tersebut dalam jangka panjang atau tidak. Ia juga berpendapat bahwa gagasan yang menyebutkan “thrifting dapat menyelamatkan planet ini” merupakan salah satu cara untuk menormalisasikan konsumerisme dengan kedok kesadaran sosial. Dengan demikian, gerakan thrifting yang mulanya ditujukan sebagai upaya mengurangi fast fashion justru mengarahkan kita pada konsumsi berlebih. 

Untuk itu, seorang penulis The Challenge of Affluence: Self-Control and Well-Being in the United States and Britain Since 1950, Avner Offer, menyarankan bahwa kita memerlukan pengendalian diri, kehati-hatian, serta kemauan keras untuk menghadapi kepuasan instan yang murah. Berbagai gerakan muncul sebagai kontras akan konsumsi berlebih tanpa berpikir ini, misalnya underconsumption. Menurut Natalia Trevino Amaro, seorang desainer dan advokat slow fashion, underconsumption merupakan sebuah cara untuk memanfaatkan apa yang sudah kita miliki, tidak membeli setiap tren yang kita lihat di media sosial, dan hidup dengan pola pikir berkelanjutan. 

Dengan demikian, aktivitas membeli barang bekas atau yang lebih dikenal dengan sebutan thrifting dapat menjadi salah satu alternatif dalam menentang dampak negatif dari fast fashion. Namun dalam pelaksanaannya, penting bagi kita untuk tetap mempertahankan pola pikir yang bijaksana saat berbelanja. Hal ini sangat penting agar aktivitas thrifting tidak hanya menjadi tren semata atau sekadar ingin memenuhi keinginan konsumtif, tetapi tetap memiliki esensi utamanya sebagai bentuk dukungan terhadap keberlanjutan lingkungan, pengurangan limbah, serta pembentukan budaya konsumsi yang lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap masa depan planet kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline