Ada anggapan yang harus diluruskan tentang tahu dan tempe yang kita konsumsi sehari-hari. Bila dulu dua penganan itu dianggap sebagai makanan kelompok pas-pasan, mungkin kini sudah harus berubah.
Bagi yang belum tahu, sebagian besar kedelai bahan baku tahu dan tempe kita didatangkan dari luar negeri. Alias impor. Kenyataan ini, harusnya membuat gengsi tahu dan tempe naik, karena mereka sebenarnya masuk kategori makanan impor.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan impor kedelai di tahun 2015 sebesar 2,25 juta ton, naik menjadi 2,26 juta ton di 2016 dan melonjak menjadi 2,67 juta ton sepanjang tahun lalu.
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor kedelai sepanjang tahun ini hingga Oktober telah menembus 2,20 juta ton. Negara pemasok terbesar kedelai ke Indonesia adalah Amerika Serikat sebesar 2,14 juta ton, diikuti Kanada 51.419 ton dan Malaysia 8.249 ton.
Data Kementan memperlihatkan, produksi kedelai nasional sendiri terus menurun selama 3 tahun terakhir, dari 963 ribu ton di 2015, 859 ribu ton di 2016, menjadi hanya 538 ribu ton sepanjang tahun lalu.
Sumber berita: CNBC Indonesia
Kondisi ini adalah dampak dari minat petani yang rendah untuk menanam kedelai. Berkurangnya produksi kedelai dalam negeri, sedangkan konsumsinya stabil bahkan cenderung meningkat, mengakibatkan tingginya impor kedelai dalam tiga tahun terakhir. Seperti diketahui, kedelai merupakan bahan baku utama untuk membuat tahu, tempe, kecap dan berbagai makanan olahan lainnya yang akrab ada di meja makan kita.
Rendahnya minat petani bertanam kedelai sejalan dengan rendahnya harga kedelai bila dibandingkan dengan komoditas pangan lain seperti padi atau jagung. Tak heran bila selama ini petani hanya fokus untuk menanam komoditas pangan yang harga jualnya tinggi, seperti padi atau jagung. Akhirnya, sering kali tanaman kedelai tidak kebagian lahan tanam.
Demi meningkatkan produksi kedelai, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah.
Misalnya melalui upaya perluasan area tanam melalui metode tumpang sari dan penerapan area sentra kedelai seluas 100 ribu hektare di Grobogan, Jawa Tengah. Namun tantangannya adalah memastikan petani terus melanjutkan tanam kedelai tersebut.
Selain itu, ada juga metode tumpang sari. Yakni petani didorong untuk bergantian menanam dengan kombinasi padi-jagung, padi-kedelai, jagung-kedelai. Niatnya, saat satu komoditas sedang unggul maka petani terus melanjutkan tanam tersebut, namun tidak meninggalkan tanaman pangan lainnya.